Rabu, 08 April 2015

Ayam Bakar Wong Solo: Modal Awalnya Utang Rp 700 Ribu



Anda tentu pernah mendengar Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo. Atau, Anda barangkali sudah pernah mengunjungi rumah makan tersebut Rumah makan yang terkenal dengan ayam bakarnya tersebut tidak kalah dengan waralaba makanan cepat saji dari luar negeri. Kini, puluhan gerai Ayam Bakar Wong Solo sudah tersebar di Pulau Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Namun, sedikit yang tahu jika jaringan Ayam Bakar Wong Solo dimulai dengan modal hutang sebesar Rp 700 ribu.
Puspo Wardoyo, merintis Ayam Bakar Wong Solo benar-benar dari bawah. Awal mula berusaha, Puspo menjajakan ayam bakar di kaki lima. Ayam memang tak asing bagi Puspo. Sejak kecil dia telah terbiasa berurusan dengan ayam. Orangtuanya penjaja ayam. Pagi hari, di masa kecilnya Puspo membantu menyembelih ayam untuk dijual di pasar. Puspo juga membantu orangtuanya menjajakan menu siap saji seperti ayam goreng, ayambakar, garang asem ayam, dan menu ayam lainnya di warung milik orangtuanya di dekat kampus UNS Solo. Kegiatan ini dilakoninya sampai tamat kuliah.
Lulus kuliah, Puspo meninggalkan bisnis unggas ini. Ia menjadi guru di daerah Muntilan. Awalnya ia merasa bangga dengan profesi ini. Namun lama-kelamaan hatinya merasa tidak sreg. Alasannya, ia merasa kurang berbakat menjadi guru. Puspo juga merasakan profesi guru tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya. Ia lantas berhenti dan kembali lagi ke kota asalnya. Ia kemudian membuka warung makan. Tentu saja dengan ayam sebagai menu andalannya.
Berprofesi sebagai penjaja makanan, pria beristri empat ini sering mendapatkan cibiran orang di sekelilingnya. Tapi ia cuek dan terus menekuni usahanya. Suatu waktu, temannya yang berjualan bakso di Medan pulang ke Solo, sang sahabat menyarankan agar ia pindah berjualan ke Medan. Menurut temannya, prospek bisnis rumah makan di Medan sangat baik. Ia pun tertarik dengan ajakan kawannya itu.
Untuk mendapatkan modal, ia kembali menjadi guru SMA di daerah Bagan Siapi-api, Riau. Warung makan miliknya ia tinggalkan. Puspo mempercayakan pengelolaan warungnya pada salah seorang kerabatnya. Selama dua tahun mengajar, pada awal 1990-an Puspo mengumpulkan uang sekitar Rp 2,4 juta. Dengan uang itu ia membeli motor dan menyewa rumah kontrakan. Sisanya sekitar Rp 700 ribu dipergunakan untuk modal jualan ayam bakar.
Dia lantas membuka warung kaki lima di daerah Polonia, Medan. Sukses tidak datang begitu saja. Pada awal membuka usaha, sehari cuma laku beberapa potong. Melihat pertanda tidak bagus, istrinya, Rini Purwanti yang kala itu bekerja sebagai dosen Politeknik USU, memintanya berhenti berjualan ayam bakar. Bahkan, mertuanya menyuruh menjadi guru kembali. Meski mendapat hambatan Puspo maju terus.
Usahanya tidak sia-sia. Pelan tapi pasti usahanya berkembang. Pegawainya pun bertambah. Suatu saat pegawainya tertimpa masalah. Ia terlibat utang dengan rentenir. Puspo membantunya dengan cara meminjamkan uang. Sebagai ucapan terimakasih, sang pegawai membawa wartawan sebuah harian lokal Medan. Si wartawan yang merupakan sahabat suami pegawai yang ditolong Puspo kemudian menuliskan profilnya. Judul artikel itu, "Sarjana Buka Ayam Bakar Wong Solo." Artikel itu membawa rezeki bagi Puspo. Esok hari setelah artikel dimuat, banyak orang berbondong-bondong mendatangi warungnya. Sebanyak seratus potong ayam ludes. Keesokan harinya meningkat menjadi 200 potong ayam per hari. Hari ke hari usahanya makin sukses. Ia pun kemudian mendirikan tempat yang lebih representatif dan mulai melebarkan sayapnya ke berbagai daerah.
Kemampuan meracik dan meramu masakan didapatnya sewaktu bekerja membantu ayahnya berdagang. Bermodalkan naluri itu Puspo merancang sendiri menu-menunya. Kemampuannya ini terus diasahnya sampai sekarang. Hasilnya di Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo sekarang telah ada 50 menu. Sebagian besar modifikasi dari masakan-masakan yang telah ia ciptakan sebelumnya. Sekarang ini menu yang dihidangkan bukan sekadar ayam. Ada ikan, sayur mayur, dan jus. Ada catatan khusus untuk jenis yang disebut terakhir ini. Nama yang diberikan Puspo untuk hasil karyanya ini unik. Ada jus Poligami dan Jus Dimadu. Jus poligami berisi gabungan buah-buahan berserat yang dicampur menjadi satu. Sedangkan Jus Dimadu kombinasi buah Markisa dengan Torung, buah khas Medan.

Tidak ada komentar: