Jumat, 18 Oktober 2013

RESAH BILA ORANG LAIN SUSAH

Suatu ketika Ibnu Mubarak hendak menjalankan ibadah haji. Semua perbekalan telah lama ia kumpulkan sampai benar-benar siap berangkat. Belum lama beranjak dari kampungnya, ia menyaksikan sesuatu yang menarik perhatian. Seorang wanita renta sedang mengais-ngais di tempat sampah, mengambil sesuatu, lalu memasaknya.
Ketika ditanya apa yang ia masak, wanita tersebut menjawab, “Ini haram bagimu, tapi halal bagiku.” Setelah diselidiki, makanan tersebut ternyata bangkai seekor ayam. Ia terpaksa memasaknya karena keadaan darurat. Ia sudah tiga hari tidak makan.
Melihat keadaan tersebut, Ibnu Mubarak langsung meng­gagalkan niat berangkat ke Makkah. Ia serahkan seluruh perbekalannya kepada sang nenek. Beberapa waktu setelah kejadian itu, suatu malam, Ibnu Mubarak dikejutkan oleh datangnya mimpi, seseorang datang dan berkata, “Hajjan mabruran, wa sa'yan masykuran, wa dzanban maghfuran (hajimu mabrur, sa'imu diterima, dan dosamu diampuni).”
Muslim Hakiki
Muslim yang hakiki, hatinya akan gelisah saat menyaksi­kan orang lain susah. Ia tidak akan tenang jika mendiamkan­nya. Tangannya “gatal” untuk segera memberi pertolongan. Muslim yang baik tak mungkin bersikap egois, hanya mementingkan dirinya sendiri. Jika dia mendapatkan keba­hagiaan, ia ingin membaginya. Ia tidak ingin senang sendiri. Ia bahagia ketika orang lain bahagia. Ia senang ketika orang lain senang. Demikian juga sebaliknya.
Ibnu Abbas adalah sosok Sahabat yang mewakili hal tersebut. Suatu ketika ia berkata, “Ada tiga karakteristik dari diriku. Pertama, setiap kali hujan mengguyur bumi, aku pasti memuji Allah SWT dan aku merasa senang karenanya, meskipun aku tidak punya hewan ternak yang kehausan. Kedua, setiap kali aku mendengar ada seorang hakim yang adil, aku pasti mendoakan kebaikan untuknya sekalipun aku tidak punya perkara yang akan diputuskannya. Ketiga, setiap kali aku memahami maksud satu ayat dalam Al-Qur'an, aku selalu ingin orang lain juga memahaminya sebagaimana aku mema­haminya.”

Itulah sebabnya Rasulullah SAW memotivasi kita dengan ucapan, “Pertolonganmu terhadap orang lemah adalah sedekah yang paling afdhal,” (Riwayat Ibnu Abid-Dunya). Tentu saja Rasulullah SAW bukan sekedar bersabda. Dalam kesehariannya Beliau adalah sosok pemimpin yang sangat peka dan peduli.
Suatu hari Rasulullah SAW melihat seorang pemuda yang murung dan tak bergairah. Beliau segera menyapanya dengan lembut, “Apa gerangan yang menjadikanmu murung, langkahmu lunglai, dan semangat hidupmu sirna, wahai pemuda?”

Setelah mendapat jawaban dari pemuda tersebut, Beliau pun mengajarkan sebuah doa yang jika diamalkan akan menyelesaikan banyak masalah.
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari (hal yang) menyedihkan dan menyusahkan, lemah dan malas, bakhil dan penakut, terlilit hutang dan kesewenang‑wenangan orang.” (Riwayat Bukhari 7 / 158).
Banyak orang yang datang kepada Rasulullah SAW dalam keadaan putus asa. Setelah bertemu dengan Beliau, tak lama kemudian wajah mereka berubah menjadi optimis. Tadinya duka menjadi suka, murung menjadi ceria.
Semua orang yang datang kepada Beliau selalu dilayani, dihormati, dan diberi perhatian yang baik. Tak segan-segan beliau mena­warkan solusi, motivasi, harapan, dan pemecahan masalah yang kongkrit, sederhana, dan bisa dikerjakan.
Pada kesempatan lain Rasulullah SAW juga bersabda, “Siapa yang menyelamatkan orang dari kesusahan, maka Allah akan menyelamat­kannya dari kesusahan pada Hari Kiamat.” (Riwayat Ahmad).
Ketika seorang wanita datang dan minta diceraikan dari suaminya, Rasulullah SAW memanggil sang suami. Setelah melihat sang suami, beliau menasehatinya agar mandi, menggosok gigi, memakai pakaian yang rapi, menyisir rambut, dan tak lupa memakai parfum.
Beliau melihat pokok masalahnya ada pada sang suami yang berpenampilan kusam, jorok, dan tak menggairahkan. Setelah suaminya berganti penampilan, sang istri pun mengurungkan niatnya untuk minta cerai.
Pengusir Duka dan Masalah
Berbuat baik dan menebar kebajikan kepada orang lain merupakan hal penting dalam mengusir kedukaan dan melenyapkan kesedihan. Pengaruh positif dari perbuatan baik dan usaha menebarkan kebaikan itu tidak saja berdampak kepada orang lain, tetapi akan kembali kepada pelakunya.
Pengaruh yang paling nyata adalah lenyapnya kesedihan dan kedukaan. Rasulullah SAW dalam sebuah Hadits bersabda, “Berbuat baik akan menghindarkan seseorang dari keburukan dan kehancuran yang membinasakan. Orang yang selalu berbuat baik di dunia adalah orang yang baik di akhirat.” (Riwayat Hakim)
Kalau berbuat baik kepada manusia merupakan keutamaan, lalu bagaimana jika berbuat baik kepada sesama Muslim ?
Persaudaraan sesama Muslim dalam satu aqidah merupa­kan ikatan persaudaraan yang lebih kuat dibanding ikatan darah, apalagi ikatan kepentingan. Persaudaraan ini akan menumbuhkan cinta, kasih sayang, saling menolong, saling memberi, dan saling menolak kejahatan.
Dalam sebuah Hadits, Rasulullah SAW berkata “Allah selalu menolong orang sesama orang itu selalu menolong saudaranya (sesama Muslim),” (Riwayat Ahmad).
Ketika kita mendapati saudara sesama Muslim dizalimi, tugas kita menghilangkan kezaliman tersebut dengan berbagai cara. Setidak-tidaknya kita ikut menghiburnya, memberi harapan, memotivasi, dan menasehatkan kesabaran kepadanya. Membiarkan saudara sesama Muslim dizalimi merupakan pengingkaran terhadap nilai persaudaraan dan keimanan.
Intinya, setiap kita mendapati saudara sesama Muslim tertimpa musibah, adalah kewajiban kita untuk menghi­langkan musibah itu, minimal meringankan penderitaannya. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menghilangkan kedukaan seorang Muslim, maka. Allah akan menghilangkan kedukaan dari kedukaan-kedukaan di Hari Kiamat darinya.” (Riwayat Bukhari).
Berbagilah, Berbahagialah !

Lahan beramal shaleh kini terhampar di depan kita. Alangkah banyaknya saudara kita yang bermasalah, mulai dari masalah pribadi, keluarga, hingga masalah sosial kemasya­rakatan. Dari masalah ekonomi hingga masalah negara. Semua menjadi lahan kita untuk ikut serta memecahkannya.
Akhirnya, kita akan menjadi kuat bukan karena kita tidak pernah menghadapi masalah. Justru sebaliknya, kita akan menjadi kuat jika kita sering menolong orang lain mengatasi masalahnya. Dengan cara itu, kita akan banyak mendapatkan teman dan saudara, dan mereka akan menjadi aset yang sangat berharga. Rasulullah SAW bersabda, “Seorang menjadi kuat karena banyak kawannya,” (Riwayat Ibnu Abid-Dunya).

Kesimpulanaya, segala kebaikan akan berdampak positif kepada diri kita sendiri. Berbuat baik kepada orang lain, sama halnya dengan berbuat baik kepada diri sendiri. Menolong orang lain sama dengan menolong diri sendiri. Membantu orang lain menyelesaikan masalah sama halnya dengan menyelesaikan masalah kita sendiri.
Karena itu, jika mau ditolong maka tolonglah orang lain. Jika ingin berada dalam kebaikan maka berbuat baiklah kepada orang lain. Jika ingin bebas dari masalah maka bantulah orang lain membebaskan diri dari masalah.
Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang mempermudah urusan orang lain, maka Allah akan mempermudah urusannya di dunia dan akhirat. (Riwayat Muslim).
Wallahu a’lam bish-Shawab ***
Sumber : Suara Hidayatullah

Senin, 07 Oktober 2013

MEMBACA BENING MATA IBU

Membaca bening matamu, Ibu
Hilang segala perih waktu
Raib dahaga
Sebab ilmumu jelma telaga
Sulaman aksara
Kau bagi di beranda masa
Perlahan
Kau kenalkan aku daun
Tak ragu gugur dari tangkai kehidupan
Aku hilang dalam ketakjuban
Jubah ketabahan
Selalu kau kenakan
Simpan segala kenakalan
Hingga tak terbaca zaman
Membaca bening matamu, Ibu
Yang aku ingat hanya rindu
Selalu menari dalam taman waktu
Ingatkan aku, kasihmu tak pernah jadi debu