Selasa, 06 Januari 2015

Jangan Membenci Anak Karena Kurang Tampan/ Cantik

Anak yang lahir, tidak dapat memilih wajah yang dia sukai, begitu pula anda, orang tuanya. Boleh jadi, seorang anak yang wajahnya kurang tampan, kedudukannya mulia di sisi Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan budak perempuan beriman lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik kamu.” (QS. Al-Baqarah: 221).
“Dan budak lelaki beriman lebih baik daripada lelaki musyrik walaupun dia menarik.” (QS. Al-Baqarah: 221).
Allah menggambarkan keadaan orang munafik,
“Dan jika kamu melihat badan mereka, kamu akan kagum.”(QS. Al-Munafiqun: 4).
Allah berfirman,
“Dia yang membentuk rupa kamu di rahim ibu sekehendak-Nya…” (QS. Ali-Imran: 6).
Dia berfirman,
“Dari apa Dia mencipta… dari nuthfah (air mani) diciptakan manusia.” (QS. Abasa: 18-19).
Dia berfirman,
“Maka terangkan kepada-Ku tentang nuthfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya atau Kami yang menciptakannya?” (QS. Al-Waqiah: 58-59)
Pahamilah ayat-ayat ini wahai hamba Allah, jangan kalian tertipu! Hanya karena ketampanan atau kecantikan salah seorang anak, anda menzalimi anak yang lainnya. Sesungguhnya orang yang paling mulia adalah yang paling bertakwa. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak melihat bentuk dan rupa seseorang, tetapi melihat amal perbuatannya sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Sumber: Tarbiyatul Abna’ (terj.), Syaikhh Musthofa al-Adawi, Media Hidayah
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang d

Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah Telah bertahun-tahun kita mengarungi hidup di dunia ini. Berbagai warna kehidupan pun telah kita lalui. Ada kalanya senang, adakalanya susah. Ada kalanya berbuat baik dan juga berbuat salah. Jika kita berbuat baik tentu pahala yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan yang akan kita dapat. Akan tetapi, jika perbuatan buruk yang kita lakukan maka dosa yang dicatat oleh Allah dalam buku amal kita. Entah, seberapa banyak amal baik yang kita lakukan dan perbuatan maksiat yang kita kerjakan. Alangkah beruntungnya jika amal baik kita lebih banyak daripada amal buruk. Tapi, sebaliknya alangkah celaka bagi orang yang perilaku maksiatnya lebih banyak. Jika amal baik kita banyak, maka perlu ditingkatkan dan jika amal kejelekan kita yang banyak, maka taubat dan minta ampun kepada Allah adalah solusi. Dan untuk mengetahui amal baik dan buruk yang kita lakukan adalah dengan mengingat-ingat atau introspeksi diri atau bahasa agamanya muhasabah. Oleh karena itu Umar bin al-Khaththab mengatakan: حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ Artinya: “Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah (dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)” [HR. Tirmidzi]. Jadi sebelum terlambat. Sebelum Allah menghisab amal kita besok di akherat, kita sebaiknya menghisab diri sendiri dan memperbaikinya jika perbuatan kita adalah perbuatan dosa. Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah Muhasabah (introspeksi) ada dua macam, sebelum beramal dan setelah beramal. Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya manusia menahan diri dari keinginan dan tekadnya untuk beramal, tidak terburu-buru berbuat hingga jelas baginya bahwa jika ia mengamalkannya akan lebih baik daripada meninggalkannya. Sedang muhasabah setelah beramal adalah kita mengoreksi perbuatan kita setelah melakukannya. Seringkali manusia mengoreksi kesalahan-kesalahan orang lain dari pada mengoreksi diri sendiri. Seperti kata pepatah, “Gajah dipelupuk mata tidak kelihatan. Tapi, semut diseberang lautan jelas kelihatan”. Apakah penyakit seperti itu juga ada dalam diri kita? Banyak sekali faedah dari bermuhasabah. Diantaranya: Pertama, hisab di akherat diringankan Sudah barang tentu jika kita sering mengevaluasi perbuatan kita di dunia ini dan memperbaiki kesalahan dengan taubat dan beramal sholih maka pahala dari amal sholih kita akan bertambah dan dosa kita akan berkurang. Sehingga besok di hari perhitungan amal, amal baik kita akan banyak. Seperti halnya yang dikatakan Sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu: وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا Artinya: “Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR. Tirmidzi]. Kedua, hati lapang terhadap kebaikan dan mengutamakan akhirat daripada dunia Demikian pula, mengoreksi kondisi jiwa dan amal merupakan sebab dilapangkannya hati untuk menerima kebaikan dan mengutamakan kehidupan yang kekal (akhirat) daripada kehidupan yang fana (dunia). Ketiga, memperbaiki hubungan diantara sesama manusia Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تُفْتَحُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، إِلَّا رَجُلٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوهُمَا حَتَّى يَصْطَلِحَا ” مَرَّتَيْنِ “Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, “Tangguhkan ampunan bagi kedua orang ini hingga mereka berdamai” [Sanadnya shahih. HR. Ahmad]. Bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong mereka untuk berdamai? Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia Apa saja yang seharusnya kita introspeksi atau kita evaluasi? Pertama, ibadah. Ibadah adalah yang harus kita evaluasi pertama kali. Sebab, manusia dan jin diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya. Apakah kita telah menunaikan ibadah kita dengan sebaik-baiknya. Apakah kita sering melaksanakan perintah Allah atau meninggalkannya. Apakah ibadah kita telah benar-benar khlas? Dan lain sebagainya. Dari situ nanti kita akan termotivasi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas ibadah kita. Kedua, sumber rezeki dan pembelanjaannya. Masalah ini sering dianggap enteng. Yang penting dapat uang, yng penting menghasilkan uang tanpa ia mempedulikan darimana ia mendapatkannya. Dari cara yang halal atau haram. Padahal Rasulullah bersabda: “Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara, umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia peroleh dan kemana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauhmana pengamalannya.” (HR. Tirmizi) Dari hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa masalah harta, pertanyaannya ada dua: darimana harta didapatkan dan dibelanjakan untuk apa? Jika cara mendapatkannya sudah benar, tetapi dibelanjakan ditempat salah, maka itu sebuah kekeliruan. Sebaliknya, juga demikian. Mendapatkan harta dari hasil korupsi misalnya, kemudian disedekahkan. Itu juga tidak dibenarkan. Walaupun harta yang disedekahkan itu halal, tetapi tidak ada pahalanya malah mendapat dosa dari perbuatan korupsi. Oleh karena itu, kita harus benar-benar mengevaluasi darimana asalnya dan kemana larinya harta yang kita peroleh tersebut. Ketiga, kehidupan sosial kemasyarakatan. Setelah kita pertama mengevaluasi hubungan kita dengan Allah dengan ibadah kepada-Nya, selanjutnya kita mengevaluasi hubungan kita dengan sesama makhluk Allah. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: "Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim) Sungguh tak kita harapkan ketika kita dihisab dengan membawa banyak sekali amal kebaikan, tetapi disisi lain kita juga banyak mencaci maki manusia, menuduh, memfitnah, memakan harta orang lain dengan semena-mena. Sehingga setiap orang yang pernah kita dzalimi akan menuntut kepada kita. Akhirnya, pahala kebaikan kita habis untuk menutupi keburukan. Na’udzubillah min dzalik. Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia Kapan sebaiknya kita melakukan muhasabah? Setiap waktu, setiap saat. Bukan hanya ketika tahun baru atau ketika berulang tahun. Karena kita tak akan mengetahui kapan ajal menjemput. Oleh karena itu, mumpung belum terlambat. Marilah kita bongkar kebiasaan lama yang buruk menuju kebiasaan yang baik. Karena yang bisa merubah baik dan buruk adalah kita sendiri. Jika kita berubah menuju arah yang lebih baik tentunya syurga tempatnya. Jika, amal keburukan yang kita pertahankan tentunya siksa Allah sangat pedih. Allah ta’ala berfirman, إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم “Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubahnya sendiri” (Al-Ra`d 11).

Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah Telah bertahun-tahun kita mengarungi hidup di dunia ini. Berbagai warna kehidupan pun telah kita lalui. Ada kalanya senang, adakalanya susah. Ada kalanya berbuat baik dan juga berbuat salah. Jika kita berbuat baik tentu pahala yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan yang akan kita dapat. Akan tetapi, jika perbuatan buruk yang kita lakukan maka dosa yang dicatat oleh Allah dalam buku amal kita. Entah, seberapa banyak amal baik yang kita lakukan dan perbuatan maksiat yang kita kerjakan. Alangkah beruntungnya jika amal baik kita lebih banyak daripada amal buruk. Tapi, sebaliknya alangkah celaka bagi orang yang perilaku maksiatnya lebih banyak. Jika amal baik kita banyak, maka perlu ditingkatkan dan jika amal kejelekan kita yang banyak, maka taubat dan minta ampun kepada Allah adalah solusi. Dan untuk mengetahui amal baik dan buruk yang kita lakukan adalah dengan mengingat-ingat atau introspeksi diri atau bahasa agamanya muhasabah. Oleh karena itu Umar bin al-Khaththab mengatakan: حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ Artinya: “Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah (dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)” [HR. Tirmidzi]. Jadi sebelum terlambat. Sebelum Allah menghisab amal kita besok di akherat, kita sebaiknya menghisab diri sendiri dan memperbaikinya jika perbuatan kita adalah perbuatan dosa. Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah Muhasabah (introspeksi) ada dua macam, sebelum beramal dan setelah beramal. Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya manusia menahan diri dari keinginan dan tekadnya untuk beramal, tidak terburu-buru berbuat hingga jelas baginya bahwa jika ia mengamalkannya akan lebih baik daripada meninggalkannya. Sedang muhasabah setelah beramal adalah kita mengoreksi perbuatan kita setelah melakukannya. Seringkali manusia mengoreksi kesalahan-kesalahan orang lain dari pada mengoreksi diri sendiri. Seperti kata pepatah, “Gajah dipelupuk mata tidak kelihatan. Tapi, semut diseberang lautan jelas kelihatan”. Apakah penyakit seperti itu juga ada dalam diri kita? Banyak sekali faedah dari bermuhasabah. Diantaranya: Pertama, hisab di akherat diringankan Sudah barang tentu jika kita sering mengevaluasi perbuatan kita di dunia ini dan memperbaiki kesalahan dengan taubat dan beramal sholih maka pahala dari amal sholih kita akan bertambah dan dosa kita akan berkurang. Sehingga besok di hari perhitungan amal, amal baik kita akan banyak. Seperti halnya yang dikatakan Sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu: وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا Artinya: “Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR. Tirmidzi]. Kedua, hati lapang terhadap kebaikan dan mengutamakan akhirat daripada dunia Demikian pula, mengoreksi kondisi jiwa dan amal merupakan sebab dilapangkannya hati untuk menerima kebaikan dan mengutamakan kehidupan yang kekal (akhirat) daripada kehidupan yang fana (dunia). Ketiga, memperbaiki hubungan diantara sesama manusia Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تُفْتَحُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، إِلَّا رَجُلٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوهُمَا حَتَّى يَصْطَلِحَا ” مَرَّتَيْنِ “Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, “Tangguhkan ampunan bagi kedua orang ini hingga mereka berdamai” [Sanadnya shahih. HR. Ahmad]. Bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong mereka untuk berdamai? Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia Apa saja yang seharusnya kita introspeksi atau kita evaluasi? Pertama, ibadah. Ibadah adalah yang harus kita evaluasi pertama kali. Sebab, manusia dan jin diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya. Apakah kita telah menunaikan ibadah kita dengan sebaik-baiknya. Apakah kita sering melaksanakan perintah Allah atau meninggalkannya. Apakah ibadah kita telah benar-benar khlas? Dan lain sebagainya. Dari situ nanti kita akan termotivasi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas ibadah kita. Kedua, sumber rezeki dan pembelanjaannya. Masalah ini sering dianggap enteng. Yang penting dapat uang, yng penting menghasilkan uang tanpa ia mempedulikan darimana ia mendapatkannya. Dari cara yang halal atau haram. Padahal Rasulullah bersabda: “Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara, umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia peroleh dan kemana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauhmana pengamalannya.” (HR. Tirmizi) Dari hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa masalah harta, pertanyaannya ada dua: darimana harta didapatkan dan dibelanjakan untuk apa? Jika cara mendapatkannya sudah benar, tetapi dibelanjakan ditempat salah, maka itu sebuah kekeliruan. Sebaliknya, juga demikian. Mendapatkan harta dari hasil korupsi misalnya, kemudian disedekahkan. Itu juga tidak dibenarkan. Walaupun harta yang disedekahkan itu halal, tetapi tidak ada pahalanya malah mendapat dosa dari perbuatan korupsi. Oleh karena itu, kita harus benar-benar mengevaluasi darimana asalnya dan kemana larinya harta yang kita peroleh tersebut. Ketiga, kehidupan sosial kemasyarakatan. Setelah kita pertama mengevaluasi hubungan kita dengan Allah dengan ibadah kepada-Nya, selanjutnya kita mengevaluasi hubungan kita dengan sesama makhluk Allah. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: "Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim) Sungguh tak kita harapkan ketika kita dihisab dengan membawa banyak sekali amal kebaikan, tetapi disisi lain kita juga banyak mencaci maki manusia, menuduh, memfitnah, memakan harta orang lain dengan semena-mena. Sehingga setiap orang yang pernah kita dzalimi akan menuntut kepada kita. Akhirnya, pahala kebaikan kita habis untuk menutupi keburukan. Na’udzubillah min dzalik. Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia Kapan sebaiknya kita melakukan muhasabah? Setiap waktu, setiap saat. Bukan hanya ketika tahun baru atau ketika berulang tahun. Karena kita tak akan mengetahui kapan ajal menjemput. Oleh karena itu, mumpung belum terlambat. Marilah kita bongkar kebiasaan lama yang buruk menuju kebiasaan yang baik. Karena yang bisa merubah baik dan buruk adalah kita sendiri. Jika kita berubah menuju arah yang lebih baik tentunya syurga tempatnya. Jika, amal keburukan yang kita pertahankan tentunya siksa Allah sangat pedih. Allah ta’ala berfirman, إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم “Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubahnya sendiri” (Al-Ra`d 11).

Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah Telah bertahun-tahun kita mengarungi hidup di dunia ini. Berbagai warna kehidupan pun telah kita lalui. Ada kalanya senang, adakalanya susah. Ada kalanya berbuat baik dan juga berbuat salah. Jika kita berbuat baik tentu pahala yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan yang akan kita dapat. Akan tetapi, jika perbuatan buruk yang kita lakukan maka dosa yang dicatat oleh Allah dalam buku amal kita. Entah, seberapa banyak amal baik yang kita lakukan dan perbuatan maksiat yang kita kerjakan. Alangkah beruntungnya jika amal baik kita lebih banyak daripada amal buruk. Tapi, sebaliknya alangkah celaka bagi orang yang perilaku maksiatnya lebih banyak. Jika amal baik kita banyak, maka perlu ditingkatkan dan jika amal kejelekan kita yang banyak, maka taubat dan minta ampun kepada Allah adalah solusi. Dan untuk mengetahui amal baik dan buruk yang kita lakukan adalah dengan mengingat-ingat atau introspeksi diri atau bahasa agamanya muhasabah. Oleh karena itu Umar bin al-Khaththab mengatakan: حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ Artinya: “Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah (dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)” [HR. Tirmidzi]. Jadi sebelum terlambat. Sebelum Allah menghisab amal kita besok di akherat, kita sebaiknya menghisab diri sendiri dan memperbaikinya jika perbuatan kita adalah perbuatan dosa. Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah Muhasabah (introspeksi) ada dua macam, sebelum beramal dan setelah beramal. Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya manusia menahan diri dari keinginan dan tekadnya untuk beramal, tidak terburu-buru berbuat hingga jelas baginya bahwa jika ia mengamalkannya akan lebih baik daripada meninggalkannya. Sedang muhasabah setelah beramal adalah kita mengoreksi perbuatan kita setelah melakukannya. Seringkali manusia mengoreksi kesalahan-kesalahan orang lain dari pada mengoreksi diri sendiri. Seperti kata pepatah, “Gajah dipelupuk mata tidak kelihatan. Tapi, semut diseberang lautan jelas kelihatan”. Apakah penyakit seperti itu juga ada dalam diri kita? Banyak sekali faedah dari bermuhasabah. Diantaranya: Pertama, hisab di akherat diringankan Sudah barang tentu jika kita sering mengevaluasi perbuatan kita di dunia ini dan memperbaiki kesalahan dengan taubat dan beramal sholih maka pahala dari amal sholih kita akan bertambah dan dosa kita akan berkurang. Sehingga besok di hari perhitungan amal, amal baik kita akan banyak. Seperti halnya yang dikatakan Sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu: وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا Artinya: “Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR. Tirmidzi]. Kedua, hati lapang terhadap kebaikan dan mengutamakan akhirat daripada dunia Demikian pula, mengoreksi kondisi jiwa dan amal merupakan sebab dilapangkannya hati untuk menerima kebaikan dan mengutamakan kehidupan yang kekal (akhirat) daripada kehidupan yang fana (dunia). Ketiga, memperbaiki hubungan diantara sesama manusia Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تُفْتَحُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، إِلَّا رَجُلٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوهُمَا حَتَّى يَصْطَلِحَا ” مَرَّتَيْنِ “Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, “Tangguhkan ampunan bagi kedua orang ini hingga mereka berdamai” [Sanadnya shahih. HR. Ahmad]. Bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong mereka untuk berdamai? Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia Apa saja yang seharusnya kita introspeksi atau kita evaluasi? Pertama, ibadah. Ibadah adalah yang harus kita evaluasi pertama kali. Sebab, manusia dan jin diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya. Apakah kita telah menunaikan ibadah kita dengan sebaik-baiknya. Apakah kita sering melaksanakan perintah Allah atau meninggalkannya. Apakah ibadah kita telah benar-benar khlas? Dan lain sebagainya. Dari situ nanti kita akan termotivasi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas ibadah kita. Kedua, sumber rezeki dan pembelanjaannya. Masalah ini sering dianggap enteng. Yang penting dapat uang, yng penting menghasilkan uang tanpa ia mempedulikan darimana ia mendapatkannya. Dari cara yang halal atau haram. Padahal Rasulullah bersabda: “Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara, umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia peroleh dan kemana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauhmana pengamalannya.” (HR. Tirmizi) Dari hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa masalah harta, pertanyaannya ada dua: darimana harta didapatkan dan dibelanjakan untuk apa? Jika cara mendapatkannya sudah benar, tetapi dibelanjakan ditempat salah, maka itu sebuah kekeliruan. Sebaliknya, juga demikian. Mendapatkan harta dari hasil korupsi misalnya, kemudian disedekahkan. Itu juga tidak dibenarkan. Walaupun harta yang disedekahkan itu halal, tetapi tidak ada pahalanya malah mendapat dosa dari perbuatan korupsi. Oleh karena itu, kita harus benar-benar mengevaluasi darimana asalnya dan kemana larinya harta yang kita peroleh tersebut. Ketiga, kehidupan sosial kemasyarakatan. Setelah kita pertama mengevaluasi hubungan kita dengan Allah dengan ibadah kepada-Nya, selanjutnya kita mengevaluasi hubungan kita dengan sesama makhluk Allah. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: "Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim) Sungguh tak kita harapkan ketika kita dihisab dengan membawa banyak sekali amal kebaikan, tetapi disisi lain kita juga banyak mencaci maki manusia, menuduh, memfitnah, memakan harta orang lain dengan semena-mena. Sehingga setiap orang yang pernah kita dzalimi akan menuntut kepada kita. Akhirnya, pahala kebaikan kita habis untuk menutupi keburukan. Na’udzubillah min dzalik. Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia Kapan sebaiknya kita melakukan muhasabah? Setiap waktu, setiap saat. Bukan hanya ketika tahun baru atau ketika berulang tahun. Karena kita tak akan mengetahui kapan ajal menjemput. Oleh karena itu, mumpung belum terlambat. Marilah kita bongkar kebiasaan lama yang buruk menuju kebiasaan yang baik. Karena yang bisa merubah baik dan buruk adalah kita sendiri. Jika kita berubah menuju arah yang lebih baik tentunya syurga tempatnya. Jika, amal keburukan yang kita pertahankan tentunya siksa Allah sangat pedih. Allah ta’ala berfirman, إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم “Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubahnya sendiri” (Al-Ra`d 11).

Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah Telah bertahun-tahun kita mengarungi hidup di dunia ini. Berbagai warna kehidupan pun telah kita lalui. Ada kalanya senang, adakalanya susah. Ada kalanya berbuat baik dan juga berbuat salah. Jika kita berbuat baik tentu pahala yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan yang akan kita dapat. Akan tetapi, jika perbuatan buruk yang kita lakukan maka dosa yang dicatat oleh Allah dalam buku amal kita. Entah, seberapa banyak amal baik yang kita lakukan dan perbuatan maksiat yang kita kerjakan. Alangkah beruntungnya jika amal baik kita lebih banyak daripada amal buruk. Tapi, sebaliknya alangkah celaka bagi orang yang perilaku maksiatnya lebih banyak. Jika amal baik kita banyak, maka perlu ditingkatkan dan jika amal kejelekan kita yang banyak, maka taubat dan minta ampun kepada Allah adalah solusi. Dan untuk mengetahui amal baik dan buruk yang kita lakukan adalah dengan mengingat-ingat atau introspeksi diri atau bahasa agamanya muhasabah. Oleh karena itu Umar bin al-Khaththab mengatakan: حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ Artinya: “Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah (dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)” [HR. Tirmidzi]. Jadi sebelum terlambat. Sebelum Allah menghisab amal kita besok di akherat, kita sebaiknya menghisab diri sendiri dan memperbaikinya jika perbuatan kita adalah perbuatan dosa. Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah Muhasabah (introspeksi) ada dua macam, sebelum beramal dan setelah beramal. Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya manusia menahan diri dari keinginan dan tekadnya untuk beramal, tidak terburu-buru berbuat hingga jelas baginya bahwa jika ia mengamalkannya akan lebih baik daripada meninggalkannya. Sedang muhasabah setelah beramal adalah kita mengoreksi perbuatan kita setelah melakukannya. Seringkali manusia mengoreksi kesalahan-kesalahan orang lain dari pada mengoreksi diri sendiri. Seperti kata pepatah, “Gajah dipelupuk mata tidak kelihatan. Tapi, semut diseberang lautan jelas kelihatan”. Apakah penyakit seperti itu juga ada dalam diri kita? Banyak sekali faedah dari bermuhasabah. Diantaranya: Pertama, hisab di akherat diringankan Sudah barang tentu jika kita sering mengevaluasi perbuatan kita di dunia ini dan memperbaiki kesalahan dengan taubat dan beramal sholih maka pahala dari amal sholih kita akan bertambah dan dosa kita akan berkurang. Sehingga besok di hari perhitungan amal, amal baik kita akan banyak. Seperti halnya yang dikatakan Sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu: وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا Artinya: “Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR. Tirmidzi]. Kedua, hati lapang terhadap kebaikan dan mengutamakan akhirat daripada dunia Demikian pula, mengoreksi kondisi jiwa dan amal merupakan sebab dilapangkannya hati untuk menerima kebaikan dan mengutamakan kehidupan yang kekal (akhirat) daripada kehidupan yang fana (dunia). Ketiga, memperbaiki hubungan diantara sesama manusia Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تُفْتَحُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، إِلَّا رَجُلٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوهُمَا حَتَّى يَصْطَلِحَا ” مَرَّتَيْنِ “Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, “Tangguhkan ampunan bagi kedua orang ini hingga mereka berdamai” [Sanadnya shahih. HR. Ahmad]. Bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong mereka untuk berdamai? Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia Apa saja yang seharusnya kita introspeksi atau kita evaluasi? Pertama, ibadah. Ibadah adalah yang harus kita evaluasi pertama kali. Sebab, manusia dan jin diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya. Apakah kita telah menunaikan ibadah kita dengan sebaik-baiknya. Apakah kita sering melaksanakan perintah Allah atau meninggalkannya. Apakah ibadah kita telah benar-benar khlas? Dan lain sebagainya. Dari situ nanti kita akan termotivasi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas ibadah kita. Kedua, sumber rezeki dan pembelanjaannya. Masalah ini sering dianggap enteng. Yang penting dapat uang, yng penting menghasilkan uang tanpa ia mempedulikan darimana ia mendapatkannya. Dari cara yang halal atau haram. Padahal Rasulullah bersabda: “Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara, umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia peroleh dan kemana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauhmana pengamalannya.” (HR. Tirmizi) Dari hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa masalah harta, pertanyaannya ada dua: darimana harta didapatkan dan dibelanjakan untuk apa? Jika cara mendapatkannya sudah benar, tetapi dibelanjakan ditempat salah, maka itu sebuah kekeliruan. Sebaliknya, juga demikian. Mendapatkan harta dari hasil korupsi misalnya, kemudian disedekahkan. Itu juga tidak dibenarkan. Walaupun harta yang disedekahkan itu halal, tetapi tidak ada pahalanya malah mendapat dosa dari perbuatan korupsi. Oleh karena itu, kita harus benar-benar mengevaluasi darimana asalnya dan kemana larinya harta yang kita peroleh tersebut. Ketiga, kehidupan sosial kemasyarakatan. Setelah kita pertama mengevaluasi hubungan kita dengan Allah dengan ibadah kepada-Nya, selanjutnya kita mengevaluasi hubungan kita dengan sesama makhluk Allah. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: "Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim) Sungguh tak kita harapkan ketika kita dihisab dengan membawa banyak sekali amal kebaikan, tetapi disisi lain kita juga banyak mencaci maki manusia, menuduh, memfitnah, memakan harta orang lain dengan semena-mena. Sehingga setiap orang yang pernah kita dzalimi akan menuntut kepada kita. Akhirnya, pahala kebaikan kita habis untuk menutupi keburukan. Na’udzubillah min dzalik. Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia Kapan sebaiknya kita melakukan muhasabah? Setiap waktu, setiap saat. Bukan hanya ketika tahun baru atau ketika berulang tahun. Karena kita tak akan mengetahui kapan ajal menjemput. Oleh karena itu, mumpung belum terlambat. Marilah kita bongkar kebiasaan lama yang buruk menuju kebiasaan yang baik. Karena yang bisa merubah baik dan buruk adalah kita sendiri. Jika kita berubah menuju arah yang lebih baik tentunya syurga tempatnya. Jika, amal keburukan yang kita pertahankan tentunya siksa Allah sangat pedih. Allah ta’ala berfirman, إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم “Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubahnya sendiri” (Al-Ra`d 11).

Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah Telah bertahun-tahun kita mengarungi hidup di dunia ini. Berbagai warna kehidupan pun telah kita lalui. Ada kalanya senang, adakalanya susah. Ada kalanya berbuat baik dan juga berbuat salah. Jika kita berbuat baik tentu pahala yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan yang akan kita dapat. Akan tetapi, jika perbuatan buruk yang kita lakukan maka dosa yang dicatat oleh Allah dalam buku amal kita. Entah, seberapa banyak amal baik yang kita lakukan dan perbuatan maksiat yang kita kerjakan. Alangkah beruntungnya jika amal baik kita lebih banyak daripada amal buruk. Tapi, sebaliknya alangkah celaka bagi orang yang perilaku maksiatnya lebih banyak. Jika amal baik kita banyak, maka perlu ditingkatkan dan jika amal kejelekan kita yang banyak, maka taubat dan minta ampun kepada Allah adalah solusi. Dan untuk mengetahui amal baik dan buruk yang kita lakukan adalah dengan mengingat-ingat atau introspeksi diri atau bahasa agamanya muhasabah. Oleh karena itu Umar bin al-Khaththab mengatakan: حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ Artinya: “Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah (dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)” [HR. Tirmidzi]. Jadi sebelum terlambat. Sebelum Allah menghisab amal kita besok di akherat, kita sebaiknya menghisab diri sendiri dan memperbaikinya jika perbuatan kita adalah perbuatan dosa. Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah Muhasabah (introspeksi) ada dua macam, sebelum beramal dan setelah beramal. Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya manusia menahan diri dari keinginan dan tekadnya untuk beramal, tidak terburu-buru berbuat hingga jelas baginya bahwa jika ia mengamalkannya akan lebih baik daripada meninggalkannya. Sedang muhasabah setelah beramal adalah kita mengoreksi perbuatan kita setelah melakukannya. Seringkali manusia mengoreksi kesalahan-kesalahan orang lain dari pada mengoreksi diri sendiri. Seperti kata pepatah, “Gajah dipelupuk mata tidak kelihatan. Tapi, semut diseberang lautan jelas kelihatan”. Apakah penyakit seperti itu juga ada dalam diri kita? Banyak sekali faedah dari bermuhasabah. Diantaranya: Pertama, hisab di akherat diringankan Sudah barang tentu jika kita sering mengevaluasi perbuatan kita di dunia ini dan memperbaiki kesalahan dengan taubat dan beramal sholih maka pahala dari amal sholih kita akan bertambah dan dosa kita akan berkurang. Sehingga besok di hari perhitungan amal, amal baik kita akan banyak. Seperti halnya yang dikatakan Sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu: وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا Artinya: “Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR. Tirmidzi]. Kedua, hati lapang terhadap kebaikan dan mengutamakan akhirat daripada dunia Demikian pula, mengoreksi kondisi jiwa dan amal merupakan sebab dilapangkannya hati untuk menerima kebaikan dan mengutamakan kehidupan yang kekal (akhirat) daripada kehidupan yang fana (dunia). Ketiga, memperbaiki hubungan diantara sesama manusia Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تُفْتَحُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، إِلَّا رَجُلٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوهُمَا حَتَّى يَصْطَلِحَا ” مَرَّتَيْنِ “Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, “Tangguhkan ampunan bagi kedua orang ini hingga mereka berdamai” [Sanadnya shahih. HR. Ahmad]. Bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong mereka untuk berdamai? Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia Apa saja yang seharusnya kita introspeksi atau kita evaluasi? Pertama, ibadah. Ibadah adalah yang harus kita evaluasi pertama kali. Sebab, manusia dan jin diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya. Apakah kita telah menunaikan ibadah kita dengan sebaik-baiknya. Apakah kita sering melaksanakan perintah Allah atau meninggalkannya. Apakah ibadah kita telah benar-benar khlas? Dan lain sebagainya. Dari situ nanti kita akan termotivasi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas ibadah kita. Kedua, sumber rezeki dan pembelanjaannya. Masalah ini sering dianggap enteng. Yang penting dapat uang, yng penting menghasilkan uang tanpa ia mempedulikan darimana ia mendapatkannya. Dari cara yang halal atau haram. Padahal Rasulullah bersabda: “Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara, umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia peroleh dan kemana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauhmana pengamalannya.” (HR. Tirmizi) Dari hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa masalah harta, pertanyaannya ada dua: darimana harta didapatkan dan dibelanjakan untuk apa? Jika cara mendapatkannya sudah benar, tetapi dibelanjakan ditempat salah, maka itu sebuah kekeliruan. Sebaliknya, juga demikian. Mendapatkan harta dari hasil korupsi misalnya, kemudian disedekahkan. Itu juga tidak dibenarkan. Walaupun harta yang disedekahkan itu halal, tetapi tidak ada pahalanya malah mendapat dosa dari perbuatan korupsi. Oleh karena itu, kita harus benar-benar mengevaluasi darimana asalnya dan kemana larinya harta yang kita peroleh tersebut. Ketiga, kehidupan sosial kemasyarakatan. Setelah kita pertama mengevaluasi hubungan kita dengan Allah dengan ibadah kepada-Nya, selanjutnya kita mengevaluasi hubungan kita dengan sesama makhluk Allah. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: "Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim) Sungguh tak kita harapkan ketika kita dihisab dengan membawa banyak sekali amal kebaikan, tetapi disisi lain kita juga banyak mencaci maki manusia, menuduh, memfitnah, memakan harta orang lain dengan semena-mena. Sehingga setiap orang yang pernah kita dzalimi akan menuntut kepada kita. Akhirnya, pahala kebaikan kita habis untuk menutupi keburukan. Na’udzubillah min dzalik. Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia Kapan sebaiknya kita melakukan muhasabah? Setiap waktu, setiap saat. Bukan hanya ketika tahun baru atau ketika berulang tahun. Karena kita tak akan mengetahui kapan ajal menjemput. Oleh karena itu, mumpung belum terlambat. Marilah kita bongkar kebiasaan lama yang buruk menuju kebiasaan yang baik. Karena yang bisa merubah baik dan buruk adalah kita sendiri. Jika kita berubah menuju arah yang lebih baik tentunya syurga tempatnya. Jika, amal keburukan yang kita pertahankan tentunya siksa Allah sangat pedih. Allah ta’ala berfirman, إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم “Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubahnya sendiri” (Al-Ra`d 11).

Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah Telah bertahun-tahun kita mengarungi hidup di dunia ini. Berbagai warna kehidupan pun telah kita lalui. Ada kalanya senang, adakalanya susah. Ada kalanya berbuat baik dan juga berbuat salah. Jika kita berbuat baik tentu pahala yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan yang akan kita dapat. Akan tetapi, jika perbuatan buruk yang kita lakukan maka dosa yang dicatat oleh Allah dalam buku amal kita. Entah, seberapa banyak amal baik yang kita lakukan dan perbuatan maksiat yang kita kerjakan. Alangkah beruntungnya jika amal baik kita lebih banyak daripada amal buruk. Tapi, sebaliknya alangkah celaka bagi orang yang perilaku maksiatnya lebih banyak. Jika amal baik kita banyak, maka perlu ditingkatkan dan jika amal kejelekan kita yang banyak, maka taubat dan minta ampun kepada Allah adalah solusi. Dan untuk mengetahui amal baik dan buruk yang kita lakukan adalah dengan mengingat-ingat atau introspeksi diri atau bahasa agamanya muhasabah. Oleh karena itu Umar bin al-Khaththab mengatakan: حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ Artinya: “Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah (dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)” [HR. Tirmidzi]. Jadi sebelum terlambat. Sebelum Allah menghisab amal kita besok di akherat, kita sebaiknya menghisab diri sendiri dan memperbaikinya jika perbuatan kita adalah perbuatan dosa. Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah Muhasabah (introspeksi) ada dua macam, sebelum beramal dan setelah beramal. Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya manusia menahan diri dari keinginan dan tekadnya untuk beramal, tidak terburu-buru berbuat hingga jelas baginya bahwa jika ia mengamalkannya akan lebih baik daripada meninggalkannya. Sedang muhasabah setelah beramal adalah kita mengoreksi perbuatan kita setelah melakukannya. Seringkali manusia mengoreksi kesalahan-kesalahan orang lain dari pada mengoreksi diri sendiri. Seperti kata pepatah, “Gajah dipelupuk mata tidak kelihatan. Tapi, semut diseberang lautan jelas kelihatan”. Apakah penyakit seperti itu juga ada dalam diri kita? Banyak sekali faedah dari bermuhasabah. Diantaranya: Pertama, hisab di akherat diringankan Sudah barang tentu jika kita sering mengevaluasi perbuatan kita di dunia ini dan memperbaiki kesalahan dengan taubat dan beramal sholih maka pahala dari amal sholih kita akan bertambah dan dosa kita akan berkurang. Sehingga besok di hari perhitungan amal, amal baik kita akan banyak. Seperti halnya yang dikatakan Sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu: وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا Artinya: “Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR. Tirmidzi]. Kedua, hati lapang terhadap kebaikan dan mengutamakan akhirat daripada dunia Demikian pula, mengoreksi kondisi jiwa dan amal merupakan sebab dilapangkannya hati untuk menerima kebaikan dan mengutamakan kehidupan yang kekal (akhirat) daripada kehidupan yang fana (dunia). Ketiga, memperbaiki hubungan diantara sesama manusia Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تُفْتَحُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، إِلَّا رَجُلٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوهُمَا حَتَّى يَصْطَلِحَا ” مَرَّتَيْنِ “Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, “Tangguhkan ampunan bagi kedua orang ini hingga mereka berdamai” [Sanadnya shahih. HR. Ahmad]. Bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong mereka untuk berdamai? Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia Apa saja yang seharusnya kita introspeksi atau kita evaluasi? Pertama, ibadah. Ibadah adalah yang harus kita evaluasi pertama kali. Sebab, manusia dan jin diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya. Apakah kita telah menunaikan ibadah kita dengan sebaik-baiknya. Apakah kita sering melaksanakan perintah Allah atau meninggalkannya. Apakah ibadah kita telah benar-benar khlas? Dan lain sebagainya. Dari situ nanti kita akan termotivasi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas ibadah kita. Kedua, sumber rezeki dan pembelanjaannya. Masalah ini sering dianggap enteng. Yang penting dapat uang, yng penting menghasilkan uang tanpa ia mempedulikan darimana ia mendapatkannya. Dari cara yang halal atau haram. Padahal Rasulullah bersabda: “Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara, umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia peroleh dan kemana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauhmana pengamalannya.” (HR. Tirmizi) Dari hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa masalah harta, pertanyaannya ada dua: darimana harta didapatkan dan dibelanjakan untuk apa? Jika cara mendapatkannya sudah benar, tetapi dibelanjakan ditempat salah, maka itu sebuah kekeliruan. Sebaliknya, juga demikian. Mendapatkan harta dari hasil korupsi misalnya, kemudian disedekahkan. Itu juga tidak dibenarkan. Walaupun harta yang disedekahkan itu halal, tetapi tidak ada pahalanya malah mendapat dosa dari perbuatan korupsi. Oleh karena itu, kita harus benar-benar mengevaluasi darimana asalnya dan kemana larinya harta yang kita peroleh tersebut. Ketiga, kehidupan sosial kemasyarakatan. Setelah kita pertama mengevaluasi hubungan kita dengan Allah dengan ibadah kepada-Nya, selanjutnya kita mengevaluasi hubungan kita dengan sesama makhluk Allah. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: "Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim) Sungguh tak kita harapkan ketika kita dihisab dengan membawa banyak sekali amal kebaikan, tetapi disisi lain kita juga banyak mencaci maki manusia, menuduh, memfitnah, memakan harta orang lain dengan semena-mena. Sehingga setiap orang yang pernah kita dzalimi akan menuntut kepada kita. Akhirnya, pahala kebaikan kita habis untuk menutupi keburukan. Na’udzubillah min dzalik. Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia Kapan sebaiknya kita melakukan muhasabah? Setiap waktu, setiap saat. Bukan hanya ketika tahun baru atau ketika berulang tahun. Karena kita tak akan mengetahui kapan ajal menjemput. Oleh karena itu, mumpung belum terlambat. Marilah kita bongkar kebiasaan lama yang buruk menuju kebiasaan yang baik. Karena yang bisa merubah baik dan buruk adalah kita sendiri. Jika kita berubah menuju arah yang lebih baik tentunya syurga tempatnya. Jika, amal keburukan yang kita pertahankan tentunya siksa Allah sangat pedih. Allah ta’ala berfirman, إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم “Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubahnya sendiri” (Al-Ra`d 11).

Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah Telah bertahun-tahun kita mengarungi hidup di dunia ini. Berbagai warna kehidupan pun telah kita lalui. Ada kalanya senang, adakalanya susah. Ada kalanya berbuat baik dan juga berbuat salah. Jika kita berbuat baik tentu pahala yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan yang akan kita dapat. Akan tetapi, jika perbuatan buruk yang kita lakukan maka dosa yang dicatat oleh Allah dalam buku amal kita. Entah, seberapa banyak amal baik yang kita lakukan dan perbuatan maksiat yang kita kerjakan. Alangkah beruntungnya jika amal baik kita lebih banyak daripada amal buruk. Tapi, sebaliknya alangkah celaka bagi orang yang perilaku maksiatnya lebih banyak. Jika amal baik kita banyak, maka perlu ditingkatkan dan jika amal kejelekan kita yang banyak, maka taubat dan minta ampun kepada Allah adalah solusi. Dan untuk mengetahui amal baik dan buruk yang kita lakukan adalah dengan mengingat-ingat atau introspeksi diri atau bahasa agamanya muhasabah. Oleh karena itu Umar bin al-Khaththab mengatakan: حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ Artinya: “Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah (dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)” [HR. Tirmidzi]. Jadi sebelum terlambat. Sebelum Allah menghisab amal kita besok di akherat, kita sebaiknya menghisab diri sendiri dan memperbaikinya jika perbuatan kita adalah perbuatan dosa. Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah Muhasabah (introspeksi) ada dua macam, sebelum beramal dan setelah beramal. Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya manusia menahan diri dari keinginan dan tekadnya untuk beramal, tidak terburu-buru berbuat hingga jelas baginya bahwa jika ia mengamalkannya akan lebih baik daripada meninggalkannya. Sedang muhasabah setelah beramal adalah kita mengoreksi perbuatan kita setelah melakukannya. Seringkali manusia mengoreksi kesalahan-kesalahan orang lain dari pada mengoreksi diri sendiri. Seperti kata pepatah, “Gajah dipelupuk mata tidak kelihatan. Tapi, semut diseberang lautan jelas kelihatan”. Apakah penyakit seperti itu juga ada dalam diri kita? Banyak sekali faedah dari bermuhasabah. Diantaranya: Pertama, hisab di akherat diringankan Sudah barang tentu jika kita sering mengevaluasi perbuatan kita di dunia ini dan memperbaiki kesalahan dengan taubat dan beramal sholih maka pahala dari amal sholih kita akan bertambah dan dosa kita akan berkurang. Sehingga besok di hari perhitungan amal, amal baik kita akan banyak. Seperti halnya yang dikatakan Sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu: وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا Artinya: “Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR. Tirmidzi]. Kedua, hati lapang terhadap kebaikan dan mengutamakan akhirat daripada dunia Demikian pula, mengoreksi kondisi jiwa dan amal merupakan sebab dilapangkannya hati untuk menerima kebaikan dan mengutamakan kehidupan yang kekal (akhirat) daripada kehidupan yang fana (dunia). Ketiga, memperbaiki hubungan diantara sesama manusia Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تُفْتَحُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، إِلَّا رَجُلٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوهُمَا حَتَّى يَصْطَلِحَا ” مَرَّتَيْنِ “Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, “Tangguhkan ampunan bagi kedua orang ini hingga mereka berdamai” [Sanadnya shahih. HR. Ahmad]. Bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong mereka untuk berdamai? Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia Apa saja yang seharusnya kita introspeksi atau kita evaluasi? Pertama, ibadah. Ibadah adalah yang harus kita evaluasi pertama kali. Sebab, manusia dan jin diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya. Apakah kita telah menunaikan ibadah kita dengan sebaik-baiknya. Apakah kita sering melaksanakan perintah Allah atau meninggalkannya. Apakah ibadah kita telah benar-benar khlas? Dan lain sebagainya. Dari situ nanti kita akan termotivasi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas ibadah kita. Kedua, sumber rezeki dan pembelanjaannya. Masalah ini sering dianggap enteng. Yang penting dapat uang, yng penting menghasilkan uang tanpa ia mempedulikan darimana ia mendapatkannya. Dari cara yang halal atau haram. Padahal Rasulullah bersabda: “Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara, umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia peroleh dan kemana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauhmana pengamalannya.” (HR. Tirmizi) Dari hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa masalah harta, pertanyaannya ada dua: darimana harta didapatkan dan dibelanjakan untuk apa? Jika cara mendapatkannya sudah benar, tetapi dibelanjakan ditempat salah, maka itu sebuah kekeliruan. Sebaliknya, juga demikian. Mendapatkan harta dari hasil korupsi misalnya, kemudian disedekahkan. Itu juga tidak dibenarkan. Walaupun harta yang disedekahkan itu halal, tetapi tidak ada pahalanya malah mendapat dosa dari perbuatan korupsi. Oleh karena itu, kita harus benar-benar mengevaluasi darimana asalnya dan kemana larinya harta yang kita peroleh tersebut. Ketiga, kehidupan sosial kemasyarakatan. Setelah kita pertama mengevaluasi hubungan kita dengan Allah dengan ibadah kepada-Nya, selanjutnya kita mengevaluasi hubungan kita dengan sesama makhluk Allah. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: "Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim) Sungguh tak kita harapkan ketika kita dihisab dengan membawa banyak sekali amal kebaikan, tetapi disisi lain kita juga banyak mencaci maki manusia, menuduh, memfitnah, memakan harta orang lain dengan semena-mena. Sehingga setiap orang yang pernah kita dzalimi akan menuntut kepada kita. Akhirnya, pahala kebaikan kita habis untuk menutupi keburukan. Na’udzubillah min dzalik. Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia Kapan sebaiknya kita melakukan muhasabah? Setiap waktu, setiap saat. Bukan hanya ketika tahun baru atau ketika berulang tahun. Karena kita tak akan mengetahui kapan ajal menjemput. Oleh karena itu, mumpung belum terlambat. Marilah kita bongkar kebiasaan lama yang buruk menuju kebiasaan yang baik. Karena yang bisa merubah baik dan buruk adalah kita sendiri. Jika kita berubah menuju arah yang lebih baik tentunya syurga tempatnya. Jika, amal keburukan yang kita pertahankan tentunya siksa Allah sangat pedih. Allah ta’ala berfirman, إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم “Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubahnya sendiri” (Al-Ra`d 11).

Copy and WIN : http://bit.ly/copy_win

Kalau Karena Allah, Semua Jadi Mudah

Saya pernah mendengar ucapan seorang tukang jahit yang juga seorang perokok berat. “Saya, kalau tidak merokok, tidak sanggup untuk menggunting pakaian”. Menurut dia rokok adalah sumber energinya, yang membuat ia kuat bekerja. Makanya, bila dia dianjurkan meninggalkan rokok, dia pasti akan berdalih, “kalau saya tidak rokok, saya tidak bisa kerja, mau makan apa anak istri saya?”
Akan tetapi, anehnya ketika bulan Ramadhan, saat order jahitan meningkat untuk baju lebaran, saat itu ia mampu menyelesaikan semua pesanan di bulan Ramadhan. Mengejar dead line dengan bekerja siang dan malam. Tentunya di siang hari bekerja tanpa rokok, karena sedang berpuasa.
Tahukah anda mengapa ia sanggup bekerja di bulan Ramadhan tanpa rokok? Walaupun di luar Ramadhan seolah-olah rokok adalah “doping” penghasilannya?
Jawabannya adalah karena iman pada Allah Ta’ala.
Kalau alasan ini terus diawetkan sampai di luar bulan Ramadhan, pastinya ia akan mudah untuk meninggalkan rokok. Tidak akan ada lagi beribu alasan yang dibuat berakar dari perasaan atau faktor ekonomi atau gengsi.
Dengan gampang meninggalkan rokok karena sedang berpuasa. Dan puasa adalah sedang menunaikan perintah Allah Ta’ala. Dulunya sering menyebutkan, “nggak apa-apa walaupun nggak makan,yang penting rokok tetp jalan”. Tapi sekarang di bulan Ramadhan, ia berani mengatakan, “nggak apa-apa tidak merokok, yang penting puasa tetap jalan”.
Kalau Allah Ta’ala menjadi tujuan langkah seseorang, semua akan ringan tanpa beban. Karena, tidak ada paksaan, tidak peduli ejekan dan cemoohan.
Begi seorang perokok, kalau tujuan meninggalkan rokok karena Allah Ta’ala semata, maka akan sangat gampang. Tidak perlu pesan “peringatan pemerintah”; tidak usah ada denda / pidana bagi perokok di fasilitas umum. Rokok tetap akan ditinggalkan, karena Allah Ta’ala maha kuasa atas segala MakhlukNya.
Lillahi Ta’ala
“Lillahi Ta’ala”, itulah tujuan ibadah kita semua. “imanan wa ihtisaban”, seperti itu tujuan puasa kita agar mendapatkan ampunan dari Allah Ta’ala.
“Imanan”, menjadikan dorongan ibadah kita karena Iman kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala yang telah menciptakan kita dan melimpahkan Rezekinya pada kita. Hanya Allah Ta’ala satu-satunya yang berhak disembah. Karena Allah Ta’ala telah memerintahkan ibadah itu pada kita, tugas kita adalah melaksanakannya.
“ihtisaban”, hanya pada Allah Ta’ala kita mengharapkan pahala amalan kita. Beramal bukan karena dipandang ataupun didengar orang lain; bukan karena mendapatkan pujian orang lain; dan bukan karena untuk mendapatkan keuntungan duniawi semata.
Dalam menghadapi musibah dan kesulitan hidup juga kita jadikan Allah Ta’ala sebagai tujuan kita. Karena kita hamba makhluk ciptaan Allah Ta’ala, pastilah Allah Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan kita, Allah Ta’ala maha tahu mashlahat hidup kita.
Dalam musibahpun ada banyak ganjaran ban balasan disiapkan Allah Ta’ala untuk orang-orang yang sabar dalam menghadapinya.
اللهم اجعل علمي كله صالحاً واجعله لوجهك خالصاً ولا تجعل لأحد فيه شيئأً
Ya Allah Ta’ala, jadikanlah setiap amalanku merupakan amalan sholeh. Jadikanlah setiap amalanku hanya bertujuan untukMu. Jangan jadikan sedikitpun dalam amalanku ada tujuan untuk selain Engkau.
Penulis: Ustadz Muhammad Yassir, Lc (Dosen STDI Imam Syafi’i Jember)