Selasa, 10 Mei 2016

Berani

Hasil gambar untuk berani berubahHasil gambar untuk berani berubahHasil gambar untuk berani berubahHasil gambar untuk berani berubahHasil gambar untuk berani berubahHasil gambar untuk berani berubah

Berani Berubah


altBerani keluar dari zona kenyamanan (comfort zone).

Rupanya itulah salah satu resep orang-orang sukses. Bagaimanapun kondisi mereka, kekurangan mereka, kelemahan mereka, semua itu tidak menjadi sebuah kendala.
Lihatlah Julius Caesar, meski menderita epilepsy, ia berhasil menjadi seorang jenderal dan kemudian menjadi kaisar. Lalu juga Napoleon, walau berasal dari keluarga sederhana, juga berhasil menjadi jenderal. Bethoven bahkan menulis beberapa lagu terbaiknya justru sesudah telinganya tuli sama sekali. Atau Charles Dickens yang menjadi novelis Inggris terbesar meski kakinya pincang dan lahir dari keluarga yang sangat miskin. Atau Milton yang menggubah sajak-sajaknya yang paling indah bahkan sesudah ia menjadi buta.

Orang-orang ini sanggup mengubah kekalahan jadi kemenangan, kekurangan jadi prestasi. Itulah orang-orang yang yakin bahwa keunggulan, kemenangan, keberhasilan dan kejayaan adalah fungsi garis lurus dari kemauan dan keberanian untuk berubah. Semua memang bergantung bagaimana sikap pikiran kita menghadapi gejolak kehidupan.

Apakah benar kita sudah berubah? Apa tanda-tandanya? Jika benar kita sudah melakukan perubahan, biasanya kita akan mengalami situasi yang tidak nyaman. Karena setiap perubahan pasti menuntut kita keluar dari zona kenyamanan (comfort zone). Itulah sebabnya tidak banyak orang yang benar-benar menyukai perubahan. Sebab untuk berubah ke arah yang lebih baik, biasanya memang tidak gratis dan memang tidak nyaman. Ada 'harga' yang harus kita bayar! Entah itu pengendalian sikap kita, pengorbanan waktu kita, fokus pikiran kita, bahkan terkadang bisa jadi terimbas juga pada keluarga kita.

Berubah berarti keluar dari kebiasaan-kebiasaan lama, membentuk kebiasaan-kebiasaan baru. Berhenti bekerja dengan cara-cara lama (yang biasanya sudah rutinitas), lalu terpaksa belajar lagi untuk bisa bekerja dengan cara-cara baru (tentu saja ini tidak terlalu nyaman). Akan tetapi, siapapun yang mau melakukannya, dan bersedia untuk keluar dari zona kenyamanannya, insyaAllah 99,9% pasti akan berhasil melaluinya. Sedang mereka yang masih dikuasai bisikan untuk menentang perubahan, dengan tetap mempertahankan kebiasaan-kebiasaan lama pasti akan tergilas, tertinggal, dan gagal.

Untuk mendapatkan hasil yang berbeda, lakukanlah dengan cara yang berbeda. Untuk mengubah nasib ya berubahlah. Kalau kita kita mau mengubah arah, kita akan berakhir di tempat yang sama.

Memang yang paling sulit adalah mengubah sikap atau attitude kita.

Betapa tidak, selama ini kita sangat suka dan nyaman dengan sikap itu. Lalu tiba-tiba kita harus mengubah sikap-sikap yang biasanya kita suka itu menjadi sikap-sikap baru! Kalau selama ini kita tergolong orang yang senang dilayani, tentu tidak mudah untuk segera berubah menjadi manusia baru: suka melayani. Kalau kita terbiasa tidur sampai matahari terbit, tentu tidak mudah untuk bangun shalat malam. Kalau biasanya kita begitu mudah tersinggung bahkan naik pitam, tentu sedikit lebih sulit untuk menjadi lebih sabar. Kalau kita takut melakukan sesuatu yang baru, tentu sulit untuk segera memulainya, sehingga selalu saja ada ribuan alasan untuk terus menundanya.

Berubahlah. Tinggalkan zona kenyamanan. Memang akan ada tekanan dari berbagai arah. Ada banyak pergolakan batin. Ada banyak keluhan atas berbagai kesulitan. Akan banyak gejolak emosi yang menghimpit. Tapi itu adalah sebuah keniscayaan. Suatu jalan yang mau tidak mau terpaksa harus kita tempuh. Itulah sebuah pertanda jalan yang kita tempuh memang benar. Tidak mudah memang. Tetapi teruslah berjalan.... (HR)

Apa itu Cinta Sejati ?

Seberapa sering kita mendengar kata cinta sejati ? Seringkali cinta sejati menjadi topik yang diagungkan di dalam film-film romantis ala Hollywood ataupun serial televisi.
Tidak dapat disangkal, bahwa cinta adalah sumber inspirasi dan kreativitas . Ada banyak buku, karya lukis, film, yang terinspirasi oleh kehidupan cinta seseorang. Topiknya pun bermacam-macam, dari cinta pada pandangan pertama, cinta dengan chemistry yang kental, cinta yang penuh dengan romantisme maupun pelukan hangat, sampai cinta yang berujung pada patah hati juga cerita cinta yang tragis.
Tapi apakah semua itu betul-betul menggambarkan cinta yang sejati ?
Sayangnya, justru semua itu tidak betul-betul mewakili sifat dari cinta sejati yang sebenarnya. Seringkali rasa cinta yang ditujukan berfokus kepada diri sendiri yang kemudian menghasilkan rasa putus cinta, galau, kecewa, dan sedih  ketika cinta tersebut ditolak.
Lalu, apa sebenarnya cinta sejati itu ?
Steven Agustinus seorang Potential Explorer dan Motivator handal menjelaskan bahwa cinta sejati harus dimulai dari diri kita untuk berkorban dan bersedia untuk melakukan apapun yang memang harus dilakukan demi memberikan yang terbaik bagi orang-orang yang kita sayangi.
Cinta sejati (Unconditional Love) sifatnya aktif yang berarti dari diri kita yang harus mengusahakan untuk cinta tersebut dapat terbangun. Rasa cinta seperti ini tidak mementingkan diri sendiri, tidak egois dan tidak bersyarat. Cinta sejati akan berani untuk berkorban demi untuk memberikan yang terbaik bagi orang yang dikasihinya.
Mengapa seringkali terjadi pertengkaran di antara pasangan ?? Jawabannya adalah karena satu sama lain masih membawa egonya masing-masing dan tidak belajar untuk melakukan tindakan berkorban bagi pasangannya.
Jadi kesimpulannya hanya dengan menggunakan cinta yang tulus dan tidak bersyaratlah yang akan membuat kita menemukan cinta sejati itu. Lalu, bagi kamu yang sedang membangun hubungan, kira-kira apakah pasanganmu saat ini adalah cinta sejatimu ? Ingatlah bahwa keputusanmu saat ini akan sangat mempengaruhi kehidupanmu nanti di masa depan. Jadi pastikan kamu tidak salah memilih pasangan.

Berani

Apakah Kamu Orang Yang EGOIS


          Apakah kamu sering menjadi orang yang mudah tersinggung, marah, kecewa, iri hati dan lain sebagainya ?? Jika iya, itu menandakan bahwa kamu masih memiliki ego atau ‘ke-AKUan’ yang besar dalam dirimu.
Karena ego itulah yang nantinya akan selalu mengontrol emosi, perasaan serta pengambilan keputusanmu, hingga pada akhirnya kamu pun akan terus menerus diombang-ambing oleh ego atau ke-AKUan tersebut.
Pengertian ego dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ego /égo/ n Psi 1 aku; diri pribadi; 2 rasa sadar akan diri sendiri; 3 konsepsi individu tentang dirinya sendiri. Sedangkan kata egois/ego·is/ /égois/ n 1 Psi orang yang selalu mementingkan diri sendiri; 2 Fil penganut teori egoisme.
Nah untuk mengetahui apakah kamu masih menjadi orang yang ber-EGO besar atau tidak, coba cek yuk dengan 7 poin yang disampaikan oleh Steven Agustinus seorang Potential Expoler, di bawah ini :
 1.  Tidak Mendapat Perhatian
Jika kamu dilupakan, ditelantarkan atau dengan sengaja tidak diperhatikan oleh orang-orang yang kamu harapkan bisa memberikan perhatian kepadamu. Kemudian kamu lebih memilih untuk tidak mengambil pusing dan tidak merasa terluka atas penghinaan tersebut. Maka itu menandakan ‘ke-AKUan’ yang ada dalam dirimu sudah mati.
Tetapi jika respon pertama yang kamu munculkan adalah rasa tersinggung dan marah. Maka itu menunjukkan bahwa kamu adalah orang yang masih dikendalikan oleh Ego atau ‘ke-AKUan’ yang besar di dalam dirimu.
2.  Salah Dimengerti Dan Pada Akhirnya Dipersalahkan
Jika kebaikanmu disalahartikan atau diceritakan oleh orang lain sebagai sebuah kejelekan. Sebagai contoh setiap nasihat, masukan dan niat baik yang kamu berikan selalu ditolak dari orang yang ingin kamu bantu tersebut. Hingga satu hari terjadilah sesuatu yang buruk karena nasihatmu itu tidak dihiraukan oleh orang tersebut. Maka pada akhirnya kamulah yang justru disalahkan atau dianggap bertanggung jawab atas peristiwa buruk yang telah terjadi itu.
Tetapi jika kamu lebih memilih untuk tidak tersinggung dan tidak mengijinkan adanya amarah timbul dalam hatimu. Serta kamu tidak membela diri mengenai peristiwa tersebut namun menerima semuanya dengan sabar, tenang dan diam, maka itu menandakan bahwa ‘ke-AKUan’ dalam dirimu sudah mati.
Bagimu, diam bukan berarti kamu menerima bahwa peristiwa buruk tersebut terjadi akibat kesalahanmu. Tetapi kamu diam karena kamu lebih memilih untuk tidak terpengaruh dengan gejolak emosi negatif yang sedang ingin menekanmu itu, dan kamu pun tidak mencoba untuk membalas ketidakadilan tersebut. Karena di dalam dirimu terbangun sebuah keyakinan bahwa Tuhan itu Maha Adil, Dialah yang akan menunjukkan keadilan yang sesungguhnya.
3.  Selalu Bersyukur Dalam Segala Kondisi
Jika kamu merasa cukup puas dengan :
·   Makanan apa saja yang dihidangkan di depanmu,
·   Cuaca yang ada, entah itu panas atau dingin
·   Lingkungan yang ada di sekitarmu
·   Pakaian, kendaraan ataupun uang yang ada di tanganmu saat ini
·   Kehidupan serta keluarga yang Tuhan berikan
·   Dsb
Bersedia menerima semuanya itu tanpa keluhan namun penuh dengan ucapan syukur sebagai bentuk dari kehendak Tuhan yang memang harus kamu jalani. Maka itu menunjukkan bahwa ‘ke-AKUan’ dalam dirimu sudah mati.
4.  Sabar Melihat Ketidakakuratan Hidup Seseorang
Tidak semua orang-orang yang ada di sekitarmu sudah hidup dalam gaya hidup yang benar dan akurat. Mungkin kamu sudah memberi nasihat berulang-ulang kali kepada mereka, tetapi mereka tidak pernah mengindahkan nasihatmu dan lebih memilih jalan hidup mereka, yang sesungguhnya penuh dengan ‘kekacauan’.
Jika kamu tetap sabar melihat orang dengan berbagai kelakuan atau kehidupannya yang kacau atau tidak akurat seperti itu. Dan kamu lebih memilih untuk terus mendoakan, menginspirasi, menyemangati dan mengupayakan agar terjadi perubahan dalam hidup mereka. Maka itu menandakan bahwa’ke-AKUan’ dalam dirimu sudah mati.
5.  Tidak Iri Dengan Berkat Yang Dimiliki Orang Lain
Jika kamu melihat kehidupan orang lain jadi makin bertambah makmur, kaya, sukse dan memiliki segala sesuatu yang ia inginkan dengan cara yang mudah.
Tetapi dengan jujur, kamu bisa ikut bahagia dan bersukacita tanpa adanya rasa iri hati ataupun mengingini berkat melimpah yang dimiliki oleh orang tersebut. Walau kamu sendiri masih harus bergumul dengan berbagai kebutuhan sehari-hari. Maka itu membuktikan bahwa ego atau ‘ke-AKUan’ dalam dirimu sudah mati.
6.  Tidak Haus Pujian
Jika suatu kali kamu mendapatkan sebuah keberhasilan kemudian lebih memilih untuk tidak menyombongkan diri dan tidak merasa ingin terkenal, dengan menceritakan kesuksesanmu tersebut. Maka itu menunjukkan bahwa ‘ke-AKUan’ dalam dirimu sudah mati.
Lalu mungkin kamu bertanya, “Lalu apakah kita tidak boleh menceritakan keberhasilan yang kita raih kepada orang lain ??“. Jika kamu menceritakan keberhasilanmu dengan tujuan untuk menginspirasi seseorang agar bisa sukses sepertimu dan keluar dari kelemahan mereka, maka tindakanmu ini positif-positif saja.
Namun berbeda jika kamu menceritakan keberhasilanmu dengan sikap hati karena ‘gatal’ ingin dipuji atau disanjung tinggi dan merasa diri ‘lebih’ dari pada orang lain. Maka kamu belum mati dari ego besar atau ‘ke-AKUan’ yang ada dalam dirimu. Karena jika demikian, sesungguhnya kamu sedang menunjukkan sifat sombong yang selama ini tersimpan dalam dirimu.
7.  Menerima Kritikan Meski Dari Orang Yang Lebih Rendah Darimu
Jika kamu menerima kritikan atau teguran dari seseorang yang kamu anggap lebih rendah ataupun lebih muda darimu. Tanpa ada rasa ketersinggungan namun sebaliknya kamu menerimanya dengan sikap kerendahan hati  serta keterbukaan untuk alami perubahan. Maka itu menunjukkan bahwa ‘ke-AKUan’ dalam dirimu sudah mati.
Nah itulah 7 poin untuk mengetahui apakah kamu masih menjadi orang yang ber-EGO besar atau tidak. Pertanyaan selanjutnya yang harus kita jawab adalah…
Sudah seberapa matikah ‘Aku’ di dalam hidup kita….?