Senin, 01 Oktober 2018

BERANI MELAWAN TAKDIR




Bagi yang ingin bermimpi, bermimpilah setinggi keinginan. Bermimpi itu gratis! Siapapun berhak memimpikan apapun. Tidak ada aturan keprotokoleran untuk mempikan sebuah cita. Tidak ada persyaratan untuk memulai sebuah mimpi indah. Akulah bukti dari semua yang kukatakn itu. Apakah anda orang yang berpunya atau orang tak memiliki apa-apa, mimpi adalah 100 persen hak seseorang. Apakah seseorang memiliki orang tua lengkap atau yatim, mimpikanlah cita-cita itu. Gantunglah impian itu setinggi imajinasi tentang ketinggian. Karena aku sendiri sudah menjadi yatim jauh sebelum aku memimpikan tentang sebuah cita-cita. 

Bermimpilah setinggi-tinggi,  tidak peduli apakah seseorang itu berasal dari keluarga yang buta huruf, karena mimpi untuk menjadi terdidik bukan terbentuk dari hubungan darah tetapi dari sebuah obsesi perubahan. Aku sendiri tumbuh dan besar dari ibu yang buta huruf, namun ibuku tidak buta tentang makna pendidikan, karena ibuku sadar tentang hakikat pendidikan yang bertujuan adalah untuk berubah dan membuat manusia tidak takut dengan perubahan.

Bermimpilah, tak peduli orang kampung atau orang kota. Bukankah mimpi itu melewati batas geografis, melewati sekat-sekat tembok kokoh yang dibangun dengan susunan batako dan semen yang tak mungkin roboh. Sesungguhnya mimpi tentang cita-cita tidak mengenal orang kampung atau orang kota yang kental dengan batasan geografis. Mimipi hanya mengenal orang yang berani berpetualang tentang apa yang diimpikan tanpa batas geografis. Bermimpilah belajar keluar negeri, untuk menggenggam kutub peradaban dunia, karena diriku membuktikan bahwa studi diluar negeri tidak mengenal persyaratan penampilan, tidak mengenal terbatasnyat tempat yang harus didatangi untuk belajar. Dan bila ingin bermimpi menerima beasiswa, bermimpilah karena beasiswa studi diluar negeri memang diperuntukkan bagi orang yang rajin bermimpi tentang perubahan kehidupan ke arah yang lebih baik. Sekali lagi perubahan itu justru menjadi modal bagi para pemimpi-pemimpi miskin, karena merekalah yang paling terdesak bagi hadirnya perubahan kehidupan.

Aku pun meraih cita-citaku dengan mimpi, aku sudah mulai bermimpi sejak aku sadar tentang manfaat impian itu. Aku bermimpi tentang perubahan hidupku untuk mengangkat diriku dan orang-orang terdekatku dari kubangan penderitaan. Dan saat mimpiku menjadi Profesor tercapai, aku semakin percaya untuk mengatakan kepada siapa saja: “Bermimpilah saat ini, karena masa depan yang kamu mimpikan, ada dalam ruang-ruang mimpimu hari ini.”

Dengan mimpi-mimpi itu,  akan mengarahkan hidup untuk berjuang, karena dengan mewujudkan mimpi-mimpi kehidupan yang menjadi kekuatan menakjubkan yang di miliki. Namun, di tengah perjuangan hidup itu seseorang akan berhadapan dengan takdir Tuhan. Takdir jualah yang akan menjadi kelemahan, karena ketidaktahuan akan takdir.seseorang tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi. Yang memiliki kemampuan berpikir yang akan membawa diri pada perhitungan dan perencanaan yang matang, namun perhitungan dan perencanaan itu tidak selalu tercapai sesuai yang diharapkan, karena baru akan tahu takdirnya setelah terjadi.

Aku melihat begitu banyak orang yang salah memahami bagaimana takdir itu bekerja. Banyak yang sudah menentukan sendiri takdir itu dari awal. Saat aku kecil dan hidup dalam keadaan miskin, aku setiap mendapatkan usapan kepala dari kerabat dengan buaian kata: “bersabarlah karena ditakdirkan seperti itu.” Padahal perjalanan hidupku masih panjang. Aku masih punya waktu untuk menapaki nasibku dan mengubah menjadi lebih baik. Aku masih bisa berpindah dari takdir yang satu ke takdir yang lain. Sampai dewasa, saat aku dengan seorang temanku sedang jalan-jalan, tiba-tiba menengok dan menatapi sebuah rumah mewah dengan beberapa mobil mahal terparkir di garasi, teman itu berkata bahwa seseorang tidak akan menjadi pegawai negeri dengan segala penghasilan yang tidak memungkinkan untuk mencapai kekayaan seperti itu.

Cara menyikapi takdir seperti ini yang aku harus lawan karena bagiku takdir bekerja dengan cara yang berbeda. Pemaknaan diatas adalah takdir buatann manusia. Memahami takdir seperti itu bagiku salah kaprah. Aku berani melawan takdir seperti ini karena menghambat perubahan dan kemajuan. Pemaknaan takdir seperti ini akan melahirkan jiwa pecundang, bukan pemenang. Pecundang khawatir dengan perubahan, tetapi pemenang menjadi pelaku perubahan. Pecundang lebih senang menunggu nasib berubah, tetapi pemenang mengubah sendiri nasib yang ada. Pecundang setiap saat mencari alat penyebar untuk menerima ketidakberdayaan, sementara pemenang menjadikan kesabaran sebagai alat tercanggih untuk menerobos tantangan hidup. Pecundang hanya menunggu sesuatu itu terjadi, hanya terbuai dan menerima begitu saja ketiadaan atau keterbelakangan hidup yang dihadapi. Namun pemenang membuat sesuatu itu terjadi, dan mengelola ketiadaannya sebagai motivasi perubahan.

Manusia sejatinya bisa melawan takdirnya dengan takdir ciptaan Tuhan yang lain. Bukankah diantara takdir bisa saling berhadapan sebagai sesama ciptaan? Manusia ditakdirkan tidak bisa terbang karena manusia diciptakan tanpa sayap, yang berbeda dengan burung. Namun dengan takdir berupa susunan otak yang mampu berpikir, manusia juga bisa mengatasi takdir ketidakbisaan itu untuk terbang dengan menggunakan kemampuan berpikir yang juga merupakan takdir keberadaan manusia. Dan yang harus dunia saksikan hari ini dengan takdir potensi pikir, manusia ternyata bisa terbang lebih dahsyat dari burung apapun di bumi ini dengan kemampuannya menciptakan pesawat terbang yang super canggih.

Takdir harus diyakini dalam konsepsi para pemenang. Takdir adalah ketentuan Tuhan sendiri yang tidak pernah manusia tahu wujudnya akan seperti apa dan itu yang manusia harus yakini. Namun dibalik ketentuan itu, Tuhan memberikan fasilitas berupa ikhtiar dan upaya untuk melakukan perubahan. Tuhan sendiri memberi jaminan dalam kitab suci yang bermakna bahwa Dia tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum kecuali kaum itu yang mengubahnya sendiri. Jadi takdir adalah ketentuan Tuhan yang akan diketahui setelah terjadinya.

Aku meyakini takdir dibutuhkan untuk keberlangsungan kehidupan. Takdir membuat manusia harus bekerja keras karena seseorang tidak pernah tahu hasil dari kerja itu. Andai manusia tahu hasil kerja tersebut sendiri untuk apa diri bekerja. Meyakini takdir dibutuhkan untuk mencegah kesombongan diri, karena tanpa pemahaman terhadap gejala kehidupan sebagai hasil dari ketentuan Tuhan, makna manusia akan menyombongkan diri bahwa pencapaiannya adalah hasil dirinya sendiri tanpa campur tangan Tuhan. Di sisi lain, meyakini takdir dibutuhkan sebagai penawar dari dari kesedihan hidup, karena bila manusia mendapatkan hasil buruk dari sebuah usaha keras, tentu itu adalah takdir dan pemaknaan takdir buruk dalam kehidupan, buruk dari wujudnya tetapi selalu baik dibalik dari keburukan itu. Bukankah Tuhan tidak menginginkan manusia  dalam keburukan?

Sekali lagi, bagi siapa saja, lawanlah takdir yang dibuat orang dari sekitar yang ada. Lawanlah batasan takdir dari para pecundang. Bermimpi, berusaha dan berbuatlah karena dengan takdir  Allah.  Tuhan akan selalu member terbaik, yang bisa saja seseorang tidak mampu membaca makna di balik seketika itu. Mungkin ada yang berupaya meminta kemudahan hidup dan Tuhan memberi otak yang dipakai untuk berpikir tentang cara untuk menggapai kemudahan itu. Mungkin ada yang meminta kekuatan tapi Tuhan memberi kesulitan hidup dan dari prose  diri menjadi kuat. Ada yang selalu berusaha untuk meraih cinta tapi Tuhan memberi orang-orang lemah yang harus dibantu untuk merajut cinta azas.  Mungkin ada yang berusaha dan berdoa untuk menjadi berani dalam hidup tetapi nyata.  Tuhan memberi berbagai rintanga sebagai batu asahan keberanian. Itulah takdir; menerima ketentuan. Tuhan bukan dari apa yang diinginkan, tetapi Tuhan memberikan dari apa yang dibutuhkan oleh hambanya.

ESES MENULISLAH





ESES Menulislah ketika hujan

Menulislah ketika cerah

Menulislah di meja cafe setelah makan malam yang memabukkan

Menulislah di buku-buku tua, yang kau tahu takkan pernah kau baca lagi

ESES Menulislah ketika tangismu tak dapat jatuh

Menulislah ketika hidupmu terasa seperti kau sedang jatuh dari bukit curam

Menulislah ketika kau ingin merasa, tapi yang kau rasakan hanyalah kekosongan

Menulislah ketika jemarimu terasa kaku kelelahan

Menulislah ketika kau menemukan uban pertamamu

Menulislah ketika sendiri dan terperangkap dengan pikiran resahmu

ESES menulislah ketika kau dikelilingi oleh banyak orang, namun kau merasa sendiri

Menulislah, menulislah, menulislah

Menulislah karena hanya ini satu-satunya cara menyatakan perasaanmu

Menulislah karena kita semua lahir untuk menulis

Menulislah karena kau hanya membutuhkan tinta dan kertas

Dan jika tidak ada tinta, menulislah dengan air matamu, keringatmu, darahmu.

ESES menulislah dengan jemarimu pada kaca kamar mandi setelah mandi air hangat

Menulislah seolah-olah hanya ini caramu untuk masuk dan keluar dari tubuhmu.

Menulislah satu kata, menulislah sebuah puisi, menulislah sebuah cerita, menulislah kekesalamu, atau gambar hati, atau jeruk, atau apapun.

Menulislah apapun yang orang lain telah tulis

Menulislah agar tidak ada yang mengerti, tentangmu, bahkan dirimu sendiri.

Menulislah karena kamu lahir untuk itu

ESES menulislah karena suaramu yang dunia ingin dengar