Anak yang lahir, tidak dapat
memilih wajah yang dia sukai, begitu pula anda, orang tuanya. Boleh
jadi, seorang anak yang wajahnya kurang tampan, kedudukannya mulia di
sisi Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan budak perempuan beriman lebih baik daripada wanita musyrik walaupun dia menarik kamu.” (QS. Al-Baqarah: 221).
“Dan budak lelaki beriman lebih baik daripada lelaki musyrik walaupun dia menarik.” (QS. Al-Baqarah: 221).
Allah menggambarkan keadaan orang munafik,
“Dan jika kamu melihat badan mereka, kamu akan kagum.”(QS. Al-Munafiqun: 4).
Allah berfirman,
“Dia yang membentuk rupa kamu di rahim ibu sekehendak-Nya…” (QS. Ali-Imran: 6).
Dia berfirman,
“Dari apa Dia mencipta… dari nuthfah (air mani) diciptakan manusia.” (QS. Abasa: 18-19).
Dia berfirman,
“Maka terangkan kepada-Ku tentang nuthfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya atau Kami yang menciptakannya?” (QS. Al-Waqiah: 58-59)
Pahamilah ayat-ayat ini wahai
hamba Allah, jangan kalian tertipu! Hanya karena ketampanan atau
kecantikan salah seorang anak, anda menzalimi anak yang lainnya.
Sesungguhnya orang yang paling mulia adalah yang paling bertakwa. Dan
Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak melihat bentuk dan rupa seseorang,
tetapi melihat amal perbuatannya sebagaimana sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam.
Sumber: Tarbiyatul Abna’ (terj.), Syaikhh Musthofa al-Adawi, Media Hidayah
Hadirin wal hadirot
jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah
Telah bertahun-tahun kita mengarungi hidup di dunia ini. Berbagai warna
kehidupan pun telah kita lalui. Ada kalanya senang, adakalanya susah.
Ada kalanya berbuat baik dan juga berbuat salah. Jika kita berbuat baik
tentu pahala yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan yang akan kita
dapat. Akan tetapi, jika perbuatan buruk yang kita lakukan maka dosa
yang dicatat oleh Allah dalam buku amal kita. Entah, seberapa banyak
amal baik yang kita lakukan dan perbuatan maksiat yang kita kerjakan.
Alangkah beruntungnya jika amal baik kita lebih banyak daripada amal
buruk. Tapi, sebaliknya alangkah celaka bagi orang yang perilaku
maksiatnya lebih banyak. Jika amal baik kita banyak, maka perlu
ditingkatkan dan jika amal kejelekan kita yang banyak, maka taubat dan
minta ampun kepada Allah adalah solusi. Dan untuk mengetahui amal baik
dan buruk yang kita lakukan adalah dengan mengingat-ingat atau
introspeksi diri atau bahasa agamanya muhasabah.
Oleh karena itu Umar bin al-Khaththab mengatakan:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ
الأَكْبَرِ
Artinya: “Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah
(dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)”
[HR. Tirmidzi].
Jadi sebelum terlambat. Sebelum Allah menghisab amal kita besok di
akherat, kita sebaiknya menghisab diri sendiri dan memperbaikinya jika
perbuatan kita adalah perbuatan dosa.
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah
Muhasabah (introspeksi) ada dua macam, sebelum beramal dan setelah
beramal. Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya manusia menahan diri
dari keinginan dan tekadnya untuk beramal, tidak terburu-buru berbuat
hingga jelas baginya bahwa jika ia mengamalkannya akan lebih baik
daripada meninggalkannya. Sedang muhasabah setelah beramal adalah kita
mengoreksi perbuatan kita setelah melakukannya.
Seringkali manusia mengoreksi kesalahan-kesalahan orang lain dari pada
mengoreksi diri sendiri. Seperti kata pepatah, “Gajah dipelupuk mata
tidak kelihatan. Tapi, semut diseberang lautan jelas kelihatan”. Apakah
penyakit seperti itu juga ada dalam diri kita?
Banyak sekali faedah dari bermuhasabah. Diantaranya:
Pertama, hisab di akherat diringankan
Sudah barang tentu jika kita sering mengevaluasi perbuatan kita di dunia
ini dan memperbaiki kesalahan dengan taubat dan beramal sholih maka
pahala dari amal sholih kita akan bertambah dan dosa kita akan
berkurang. Sehingga besok di hari perhitungan amal, amal baik kita akan
banyak. Seperti halnya yang dikatakan Sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu:
وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ
نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا
Artinya: “Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya
bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR.
Tirmidzi].
Kedua, hati lapang terhadap kebaikan dan mengutamakan akhirat daripada
dunia
Demikian pula, mengoreksi kondisi jiwa dan amal merupakan sebab
dilapangkannya hati untuk menerima kebaikan dan mengutamakan kehidupan
yang kekal (akhirat) daripada kehidupan yang fana (dunia).
Ketiga, memperbaiki hubungan diantara sesama manusia
Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki
keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda,
إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تُفْتَحُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ
الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا،
إِلَّا رَجُلٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ:
أَنْظِرُوهُمَا حَتَّى يَصْطَلِحَا ” مَرَّتَيْنِ
“Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di
kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki
permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, “Tangguhkan ampunan bagi
kedua orang ini hingga mereka berdamai” [Sanadnya shahih. HR. Ahmad].
Bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain
disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong
mereka untuk berdamai?
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia
Apa saja yang seharusnya kita introspeksi atau kita evaluasi?
Pertama, ibadah. Ibadah adalah yang harus kita evaluasi pertama kali.
Sebab, manusia dan jin diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya.
Apakah kita telah menunaikan ibadah kita dengan sebaik-baiknya. Apakah
kita sering melaksanakan perintah Allah atau meninggalkannya. Apakah
ibadah kita telah benar-benar khlas? Dan lain sebagainya. Dari situ
nanti kita akan termotivasi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
ibadah kita.
Kedua, sumber rezeki dan pembelanjaannya. Masalah ini sering dianggap
enteng. Yang penting dapat uang, yng penting menghasilkan uang tanpa ia
mempedulikan darimana ia mendapatkannya. Dari cara yang halal atau
haram. Padahal Rasulullah bersabda:
“Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia
ditanya tentang 5 perkara, umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya,
kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia peroleh dan kemana
dibelanjakannya, dan ilmunya sejauhmana pengamalannya.” (HR. Tirmizi)
Dari hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa masalah harta,
pertanyaannya ada dua: darimana harta didapatkan dan dibelanjakan untuk
apa? Jika cara mendapatkannya sudah benar, tetapi dibelanjakan ditempat
salah, maka itu sebuah kekeliruan. Sebaliknya, juga demikian.
Mendapatkan harta dari hasil korupsi misalnya, kemudian disedekahkan.
Itu juga tidak dibenarkan. Walaupun harta yang disedekahkan itu halal,
tetapi tidak ada pahalanya malah mendapat dosa dari perbuatan korupsi.
Oleh karena itu, kita harus benar-benar mengevaluasi darimana asalnya
dan kemana larinya harta yang kita peroleh tersebut.
Ketiga, kehidupan sosial kemasyarakatan. Setelah kita pertama
mengevaluasi hubungan kita dengan Allah dengan ibadah kepada-Nya,
selanjutnya kita mengevaluasi hubungan kita dengan sesama makhluk Allah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا
مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ
أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ
وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ
دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ
حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا
عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي
النَّارِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: "Tahukah kalian, siapakah
orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang
yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan
harta kekayaan.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat
datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki,
menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang
lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang
dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak
yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari
mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya
ia dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim)
Sungguh tak kita harapkan ketika kita dihisab dengan membawa banyak
sekali amal kebaikan, tetapi disisi lain kita juga banyak mencaci maki
manusia, menuduh, memfitnah, memakan harta orang lain dengan
semena-mena. Sehingga setiap orang yang pernah kita dzalimi akan
menuntut kepada kita. Akhirnya, pahala kebaikan kita habis untuk
menutupi keburukan. Na’udzubillah min dzalik.
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia
Kapan sebaiknya kita melakukan muhasabah? Setiap waktu, setiap saat.
Bukan hanya ketika tahun baru atau ketika berulang tahun. Karena kita
tak akan mengetahui kapan ajal menjemput.
Oleh karena itu, mumpung belum terlambat. Marilah kita bongkar kebiasaan
lama yang buruk menuju kebiasaan yang baik. Karena yang bisa merubah
baik dan buruk adalah kita sendiri. Jika kita berubah menuju arah yang
lebih baik tentunya syurga tempatnya. Jika, amal keburukan yang kita
pertahankan tentunya siksa Allah sangat pedih.
Allah ta’ala berfirman,
إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم
“Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubahnya
sendiri” (Al-Ra`d 11).
Copy and WIN :
http://bit.ly/copy_win
Hadirin wal hadirot
jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah
Telah bertahun-tahun kita mengarungi hidup di dunia ini. Berbagai warna
kehidupan pun telah kita lalui. Ada kalanya senang, adakalanya susah.
Ada kalanya berbuat baik dan juga berbuat salah. Jika kita berbuat baik
tentu pahala yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan yang akan kita
dapat. Akan tetapi, jika perbuatan buruk yang kita lakukan maka dosa
yang dicatat oleh Allah dalam buku amal kita. Entah, seberapa banyak
amal baik yang kita lakukan dan perbuatan maksiat yang kita kerjakan.
Alangkah beruntungnya jika amal baik kita lebih banyak daripada amal
buruk. Tapi, sebaliknya alangkah celaka bagi orang yang perilaku
maksiatnya lebih banyak. Jika amal baik kita banyak, maka perlu
ditingkatkan dan jika amal kejelekan kita yang banyak, maka taubat dan
minta ampun kepada Allah adalah solusi. Dan untuk mengetahui amal baik
dan buruk yang kita lakukan adalah dengan mengingat-ingat atau
introspeksi diri atau bahasa agamanya muhasabah.
Oleh karena itu Umar bin al-Khaththab mengatakan:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ
الأَكْبَرِ
Artinya: “Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah
(dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)”
[HR. Tirmidzi].
Jadi sebelum terlambat. Sebelum Allah menghisab amal kita besok di
akherat, kita sebaiknya menghisab diri sendiri dan memperbaikinya jika
perbuatan kita adalah perbuatan dosa.
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah
Muhasabah (introspeksi) ada dua macam, sebelum beramal dan setelah
beramal. Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya manusia menahan diri
dari keinginan dan tekadnya untuk beramal, tidak terburu-buru berbuat
hingga jelas baginya bahwa jika ia mengamalkannya akan lebih baik
daripada meninggalkannya. Sedang muhasabah setelah beramal adalah kita
mengoreksi perbuatan kita setelah melakukannya.
Seringkali manusia mengoreksi kesalahan-kesalahan orang lain dari pada
mengoreksi diri sendiri. Seperti kata pepatah, “Gajah dipelupuk mata
tidak kelihatan. Tapi, semut diseberang lautan jelas kelihatan”. Apakah
penyakit seperti itu juga ada dalam diri kita?
Banyak sekali faedah dari bermuhasabah. Diantaranya:
Pertama, hisab di akherat diringankan
Sudah barang tentu jika kita sering mengevaluasi perbuatan kita di dunia
ini dan memperbaiki kesalahan dengan taubat dan beramal sholih maka
pahala dari amal sholih kita akan bertambah dan dosa kita akan
berkurang. Sehingga besok di hari perhitungan amal, amal baik kita akan
banyak. Seperti halnya yang dikatakan Sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu:
وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ
نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا
Artinya: “Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya
bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR.
Tirmidzi].
Kedua, hati lapang terhadap kebaikan dan mengutamakan akhirat daripada
dunia
Demikian pula, mengoreksi kondisi jiwa dan amal merupakan sebab
dilapangkannya hati untuk menerima kebaikan dan mengutamakan kehidupan
yang kekal (akhirat) daripada kehidupan yang fana (dunia).
Ketiga, memperbaiki hubungan diantara sesama manusia
Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki
keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda,
إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تُفْتَحُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ
الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا،
إِلَّا رَجُلٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ:
أَنْظِرُوهُمَا حَتَّى يَصْطَلِحَا ” مَرَّتَيْنِ
“Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di
kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki
permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, “Tangguhkan ampunan bagi
kedua orang ini hingga mereka berdamai” [Sanadnya shahih. HR. Ahmad].
Bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain
disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong
mereka untuk berdamai?
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia
Apa saja yang seharusnya kita introspeksi atau kita evaluasi?
Pertama, ibadah. Ibadah adalah yang harus kita evaluasi pertama kali.
Sebab, manusia dan jin diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya.
Apakah kita telah menunaikan ibadah kita dengan sebaik-baiknya. Apakah
kita sering melaksanakan perintah Allah atau meninggalkannya. Apakah
ibadah kita telah benar-benar khlas? Dan lain sebagainya. Dari situ
nanti kita akan termotivasi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
ibadah kita.
Kedua, sumber rezeki dan pembelanjaannya. Masalah ini sering dianggap
enteng. Yang penting dapat uang, yng penting menghasilkan uang tanpa ia
mempedulikan darimana ia mendapatkannya. Dari cara yang halal atau
haram. Padahal Rasulullah bersabda:
“Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia
ditanya tentang 5 perkara, umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya,
kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia peroleh dan kemana
dibelanjakannya, dan ilmunya sejauhmana pengamalannya.” (HR. Tirmizi)
Dari hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa masalah harta,
pertanyaannya ada dua: darimana harta didapatkan dan dibelanjakan untuk
apa? Jika cara mendapatkannya sudah benar, tetapi dibelanjakan ditempat
salah, maka itu sebuah kekeliruan. Sebaliknya, juga demikian.
Mendapatkan harta dari hasil korupsi misalnya, kemudian disedekahkan.
Itu juga tidak dibenarkan. Walaupun harta yang disedekahkan itu halal,
tetapi tidak ada pahalanya malah mendapat dosa dari perbuatan korupsi.
Oleh karena itu, kita harus benar-benar mengevaluasi darimana asalnya
dan kemana larinya harta yang kita peroleh tersebut.
Ketiga, kehidupan sosial kemasyarakatan. Setelah kita pertama
mengevaluasi hubungan kita dengan Allah dengan ibadah kepada-Nya,
selanjutnya kita mengevaluasi hubungan kita dengan sesama makhluk Allah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا
مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ
أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ
وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ
دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ
حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا
عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي
النَّارِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: "Tahukah kalian, siapakah
orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang
yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan
harta kekayaan.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat
datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki,
menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang
lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang
dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak
yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari
mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya
ia dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim)
Sungguh tak kita harapkan ketika kita dihisab dengan membawa banyak
sekali amal kebaikan, tetapi disisi lain kita juga banyak mencaci maki
manusia, menuduh, memfitnah, memakan harta orang lain dengan
semena-mena. Sehingga setiap orang yang pernah kita dzalimi akan
menuntut kepada kita. Akhirnya, pahala kebaikan kita habis untuk
menutupi keburukan. Na’udzubillah min dzalik.
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia
Kapan sebaiknya kita melakukan muhasabah? Setiap waktu, setiap saat.
Bukan hanya ketika tahun baru atau ketika berulang tahun. Karena kita
tak akan mengetahui kapan ajal menjemput.
Oleh karena itu, mumpung belum terlambat. Marilah kita bongkar kebiasaan
lama yang buruk menuju kebiasaan yang baik. Karena yang bisa merubah
baik dan buruk adalah kita sendiri. Jika kita berubah menuju arah yang
lebih baik tentunya syurga tempatnya. Jika, amal keburukan yang kita
pertahankan tentunya siksa Allah sangat pedih.
Allah ta’ala berfirman,
إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم
“Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubahnya
sendiri” (Al-Ra`d 11).
Copy and WIN :
http://bit.ly/copy_win
Hadirin wal hadirot
jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah
Telah bertahun-tahun kita mengarungi hidup di dunia ini. Berbagai warna
kehidupan pun telah kita lalui. Ada kalanya senang, adakalanya susah.
Ada kalanya berbuat baik dan juga berbuat salah. Jika kita berbuat baik
tentu pahala yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan yang akan kita
dapat. Akan tetapi, jika perbuatan buruk yang kita lakukan maka dosa
yang dicatat oleh Allah dalam buku amal kita. Entah, seberapa banyak
amal baik yang kita lakukan dan perbuatan maksiat yang kita kerjakan.
Alangkah beruntungnya jika amal baik kita lebih banyak daripada amal
buruk. Tapi, sebaliknya alangkah celaka bagi orang yang perilaku
maksiatnya lebih banyak. Jika amal baik kita banyak, maka perlu
ditingkatkan dan jika amal kejelekan kita yang banyak, maka taubat dan
minta ampun kepada Allah adalah solusi. Dan untuk mengetahui amal baik
dan buruk yang kita lakukan adalah dengan mengingat-ingat atau
introspeksi diri atau bahasa agamanya muhasabah.
Oleh karena itu Umar bin al-Khaththab mengatakan:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ
الأَكْبَرِ
Artinya: “Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah
(dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)”
[HR. Tirmidzi].
Jadi sebelum terlambat. Sebelum Allah menghisab amal kita besok di
akherat, kita sebaiknya menghisab diri sendiri dan memperbaikinya jika
perbuatan kita adalah perbuatan dosa.
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah
Muhasabah (introspeksi) ada dua macam, sebelum beramal dan setelah
beramal. Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya manusia menahan diri
dari keinginan dan tekadnya untuk beramal, tidak terburu-buru berbuat
hingga jelas baginya bahwa jika ia mengamalkannya akan lebih baik
daripada meninggalkannya. Sedang muhasabah setelah beramal adalah kita
mengoreksi perbuatan kita setelah melakukannya.
Seringkali manusia mengoreksi kesalahan-kesalahan orang lain dari pada
mengoreksi diri sendiri. Seperti kata pepatah, “Gajah dipelupuk mata
tidak kelihatan. Tapi, semut diseberang lautan jelas kelihatan”. Apakah
penyakit seperti itu juga ada dalam diri kita?
Banyak sekali faedah dari bermuhasabah. Diantaranya:
Pertama, hisab di akherat diringankan
Sudah barang tentu jika kita sering mengevaluasi perbuatan kita di dunia
ini dan memperbaiki kesalahan dengan taubat dan beramal sholih maka
pahala dari amal sholih kita akan bertambah dan dosa kita akan
berkurang. Sehingga besok di hari perhitungan amal, amal baik kita akan
banyak. Seperti halnya yang dikatakan Sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu:
وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ
نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا
Artinya: “Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya
bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR.
Tirmidzi].
Kedua, hati lapang terhadap kebaikan dan mengutamakan akhirat daripada
dunia
Demikian pula, mengoreksi kondisi jiwa dan amal merupakan sebab
dilapangkannya hati untuk menerima kebaikan dan mengutamakan kehidupan
yang kekal (akhirat) daripada kehidupan yang fana (dunia).
Ketiga, memperbaiki hubungan diantara sesama manusia
Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki
keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda,
إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تُفْتَحُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ
الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا،
إِلَّا رَجُلٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ:
أَنْظِرُوهُمَا حَتَّى يَصْطَلِحَا ” مَرَّتَيْنِ
“Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di
kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki
permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, “Tangguhkan ampunan bagi
kedua orang ini hingga mereka berdamai” [Sanadnya shahih. HR. Ahmad].
Bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain
disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong
mereka untuk berdamai?
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia
Apa saja yang seharusnya kita introspeksi atau kita evaluasi?
Pertama, ibadah. Ibadah adalah yang harus kita evaluasi pertama kali.
Sebab, manusia dan jin diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya.
Apakah kita telah menunaikan ibadah kita dengan sebaik-baiknya. Apakah
kita sering melaksanakan perintah Allah atau meninggalkannya. Apakah
ibadah kita telah benar-benar khlas? Dan lain sebagainya. Dari situ
nanti kita akan termotivasi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
ibadah kita.
Kedua, sumber rezeki dan pembelanjaannya. Masalah ini sering dianggap
enteng. Yang penting dapat uang, yng penting menghasilkan uang tanpa ia
mempedulikan darimana ia mendapatkannya. Dari cara yang halal atau
haram. Padahal Rasulullah bersabda:
“Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia
ditanya tentang 5 perkara, umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya,
kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia peroleh dan kemana
dibelanjakannya, dan ilmunya sejauhmana pengamalannya.” (HR. Tirmizi)
Dari hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa masalah harta,
pertanyaannya ada dua: darimana harta didapatkan dan dibelanjakan untuk
apa? Jika cara mendapatkannya sudah benar, tetapi dibelanjakan ditempat
salah, maka itu sebuah kekeliruan. Sebaliknya, juga demikian.
Mendapatkan harta dari hasil korupsi misalnya, kemudian disedekahkan.
Itu juga tidak dibenarkan. Walaupun harta yang disedekahkan itu halal,
tetapi tidak ada pahalanya malah mendapat dosa dari perbuatan korupsi.
Oleh karena itu, kita harus benar-benar mengevaluasi darimana asalnya
dan kemana larinya harta yang kita peroleh tersebut.
Ketiga, kehidupan sosial kemasyarakatan. Setelah kita pertama
mengevaluasi hubungan kita dengan Allah dengan ibadah kepada-Nya,
selanjutnya kita mengevaluasi hubungan kita dengan sesama makhluk Allah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا
مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ
أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ
وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ
دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ
حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا
عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي
النَّارِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: "Tahukah kalian, siapakah
orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang
yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan
harta kekayaan.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat
datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki,
menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang
lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang
dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak
yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari
mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya
ia dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim)
Sungguh tak kita harapkan ketika kita dihisab dengan membawa banyak
sekali amal kebaikan, tetapi disisi lain kita juga banyak mencaci maki
manusia, menuduh, memfitnah, memakan harta orang lain dengan
semena-mena. Sehingga setiap orang yang pernah kita dzalimi akan
menuntut kepada kita. Akhirnya, pahala kebaikan kita habis untuk
menutupi keburukan. Na’udzubillah min dzalik.
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia
Kapan sebaiknya kita melakukan muhasabah? Setiap waktu, setiap saat.
Bukan hanya ketika tahun baru atau ketika berulang tahun. Karena kita
tak akan mengetahui kapan ajal menjemput.
Oleh karena itu, mumpung belum terlambat. Marilah kita bongkar kebiasaan
lama yang buruk menuju kebiasaan yang baik. Karena yang bisa merubah
baik dan buruk adalah kita sendiri. Jika kita berubah menuju arah yang
lebih baik tentunya syurga tempatnya. Jika, amal keburukan yang kita
pertahankan tentunya siksa Allah sangat pedih.
Allah ta’ala berfirman,
إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم
“Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubahnya
sendiri” (Al-Ra`d 11).
Copy and WIN :
http://bit.ly/copy_win
Hadirin wal hadirot
jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah
Telah bertahun-tahun kita mengarungi hidup di dunia ini. Berbagai warna
kehidupan pun telah kita lalui. Ada kalanya senang, adakalanya susah.
Ada kalanya berbuat baik dan juga berbuat salah. Jika kita berbuat baik
tentu pahala yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan yang akan kita
dapat. Akan tetapi, jika perbuatan buruk yang kita lakukan maka dosa
yang dicatat oleh Allah dalam buku amal kita. Entah, seberapa banyak
amal baik yang kita lakukan dan perbuatan maksiat yang kita kerjakan.
Alangkah beruntungnya jika amal baik kita lebih banyak daripada amal
buruk. Tapi, sebaliknya alangkah celaka bagi orang yang perilaku
maksiatnya lebih banyak. Jika amal baik kita banyak, maka perlu
ditingkatkan dan jika amal kejelekan kita yang banyak, maka taubat dan
minta ampun kepada Allah adalah solusi. Dan untuk mengetahui amal baik
dan buruk yang kita lakukan adalah dengan mengingat-ingat atau
introspeksi diri atau bahasa agamanya muhasabah.
Oleh karena itu Umar bin al-Khaththab mengatakan:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ
الأَكْبَرِ
Artinya: “Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah
(dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)”
[HR. Tirmidzi].
Jadi sebelum terlambat. Sebelum Allah menghisab amal kita besok di
akherat, kita sebaiknya menghisab diri sendiri dan memperbaikinya jika
perbuatan kita adalah perbuatan dosa.
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah
Muhasabah (introspeksi) ada dua macam, sebelum beramal dan setelah
beramal. Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya manusia menahan diri
dari keinginan dan tekadnya untuk beramal, tidak terburu-buru berbuat
hingga jelas baginya bahwa jika ia mengamalkannya akan lebih baik
daripada meninggalkannya. Sedang muhasabah setelah beramal adalah kita
mengoreksi perbuatan kita setelah melakukannya.
Seringkali manusia mengoreksi kesalahan-kesalahan orang lain dari pada
mengoreksi diri sendiri. Seperti kata pepatah, “Gajah dipelupuk mata
tidak kelihatan. Tapi, semut diseberang lautan jelas kelihatan”. Apakah
penyakit seperti itu juga ada dalam diri kita?
Banyak sekali faedah dari bermuhasabah. Diantaranya:
Pertama, hisab di akherat diringankan
Sudah barang tentu jika kita sering mengevaluasi perbuatan kita di dunia
ini dan memperbaiki kesalahan dengan taubat dan beramal sholih maka
pahala dari amal sholih kita akan bertambah dan dosa kita akan
berkurang. Sehingga besok di hari perhitungan amal, amal baik kita akan
banyak. Seperti halnya yang dikatakan Sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu:
وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ
نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا
Artinya: “Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya
bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR.
Tirmidzi].
Kedua, hati lapang terhadap kebaikan dan mengutamakan akhirat daripada
dunia
Demikian pula, mengoreksi kondisi jiwa dan amal merupakan sebab
dilapangkannya hati untuk menerima kebaikan dan mengutamakan kehidupan
yang kekal (akhirat) daripada kehidupan yang fana (dunia).
Ketiga, memperbaiki hubungan diantara sesama manusia
Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki
keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda,
إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تُفْتَحُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ
الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا،
إِلَّا رَجُلٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ:
أَنْظِرُوهُمَا حَتَّى يَصْطَلِحَا ” مَرَّتَيْنِ
“Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di
kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki
permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, “Tangguhkan ampunan bagi
kedua orang ini hingga mereka berdamai” [Sanadnya shahih. HR. Ahmad].
Bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain
disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong
mereka untuk berdamai?
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia
Apa saja yang seharusnya kita introspeksi atau kita evaluasi?
Pertama, ibadah. Ibadah adalah yang harus kita evaluasi pertama kali.
Sebab, manusia dan jin diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya.
Apakah kita telah menunaikan ibadah kita dengan sebaik-baiknya. Apakah
kita sering melaksanakan perintah Allah atau meninggalkannya. Apakah
ibadah kita telah benar-benar khlas? Dan lain sebagainya. Dari situ
nanti kita akan termotivasi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
ibadah kita.
Kedua, sumber rezeki dan pembelanjaannya. Masalah ini sering dianggap
enteng. Yang penting dapat uang, yng penting menghasilkan uang tanpa ia
mempedulikan darimana ia mendapatkannya. Dari cara yang halal atau
haram. Padahal Rasulullah bersabda:
“Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia
ditanya tentang 5 perkara, umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya,
kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia peroleh dan kemana
dibelanjakannya, dan ilmunya sejauhmana pengamalannya.” (HR. Tirmizi)
Dari hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa masalah harta,
pertanyaannya ada dua: darimana harta didapatkan dan dibelanjakan untuk
apa? Jika cara mendapatkannya sudah benar, tetapi dibelanjakan ditempat
salah, maka itu sebuah kekeliruan. Sebaliknya, juga demikian.
Mendapatkan harta dari hasil korupsi misalnya, kemudian disedekahkan.
Itu juga tidak dibenarkan. Walaupun harta yang disedekahkan itu halal,
tetapi tidak ada pahalanya malah mendapat dosa dari perbuatan korupsi.
Oleh karena itu, kita harus benar-benar mengevaluasi darimana asalnya
dan kemana larinya harta yang kita peroleh tersebut.
Ketiga, kehidupan sosial kemasyarakatan. Setelah kita pertama
mengevaluasi hubungan kita dengan Allah dengan ibadah kepada-Nya,
selanjutnya kita mengevaluasi hubungan kita dengan sesama makhluk Allah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا
مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ
أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ
وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ
دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ
حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا
عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي
النَّارِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: "Tahukah kalian, siapakah
orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang
yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan
harta kekayaan.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat
datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki,
menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang
lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang
dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak
yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari
mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya
ia dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim)
Sungguh tak kita harapkan ketika kita dihisab dengan membawa banyak
sekali amal kebaikan, tetapi disisi lain kita juga banyak mencaci maki
manusia, menuduh, memfitnah, memakan harta orang lain dengan
semena-mena. Sehingga setiap orang yang pernah kita dzalimi akan
menuntut kepada kita. Akhirnya, pahala kebaikan kita habis untuk
menutupi keburukan. Na’udzubillah min dzalik.
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia
Kapan sebaiknya kita melakukan muhasabah? Setiap waktu, setiap saat.
Bukan hanya ketika tahun baru atau ketika berulang tahun. Karena kita
tak akan mengetahui kapan ajal menjemput.
Oleh karena itu, mumpung belum terlambat. Marilah kita bongkar kebiasaan
lama yang buruk menuju kebiasaan yang baik. Karena yang bisa merubah
baik dan buruk adalah kita sendiri. Jika kita berubah menuju arah yang
lebih baik tentunya syurga tempatnya. Jika, amal keburukan yang kita
pertahankan tentunya siksa Allah sangat pedih.
Allah ta’ala berfirman,
إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم
“Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubahnya
sendiri” (Al-Ra`d 11).
Copy and WIN :
http://bit.ly/copy_win
Hadirin wal hadirot
jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah
Telah bertahun-tahun kita mengarungi hidup di dunia ini. Berbagai warna
kehidupan pun telah kita lalui. Ada kalanya senang, adakalanya susah.
Ada kalanya berbuat baik dan juga berbuat salah. Jika kita berbuat baik
tentu pahala yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan yang akan kita
dapat. Akan tetapi, jika perbuatan buruk yang kita lakukan maka dosa
yang dicatat oleh Allah dalam buku amal kita. Entah, seberapa banyak
amal baik yang kita lakukan dan perbuatan maksiat yang kita kerjakan.
Alangkah beruntungnya jika amal baik kita lebih banyak daripada amal
buruk. Tapi, sebaliknya alangkah celaka bagi orang yang perilaku
maksiatnya lebih banyak. Jika amal baik kita banyak, maka perlu
ditingkatkan dan jika amal kejelekan kita yang banyak, maka taubat dan
minta ampun kepada Allah adalah solusi. Dan untuk mengetahui amal baik
dan buruk yang kita lakukan adalah dengan mengingat-ingat atau
introspeksi diri atau bahasa agamanya muhasabah.
Oleh karena itu Umar bin al-Khaththab mengatakan:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ
الأَكْبَرِ
Artinya: “Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah
(dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)”
[HR. Tirmidzi].
Jadi sebelum terlambat. Sebelum Allah menghisab amal kita besok di
akherat, kita sebaiknya menghisab diri sendiri dan memperbaikinya jika
perbuatan kita adalah perbuatan dosa.
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah
Muhasabah (introspeksi) ada dua macam, sebelum beramal dan setelah
beramal. Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya manusia menahan diri
dari keinginan dan tekadnya untuk beramal, tidak terburu-buru berbuat
hingga jelas baginya bahwa jika ia mengamalkannya akan lebih baik
daripada meninggalkannya. Sedang muhasabah setelah beramal adalah kita
mengoreksi perbuatan kita setelah melakukannya.
Seringkali manusia mengoreksi kesalahan-kesalahan orang lain dari pada
mengoreksi diri sendiri. Seperti kata pepatah, “Gajah dipelupuk mata
tidak kelihatan. Tapi, semut diseberang lautan jelas kelihatan”. Apakah
penyakit seperti itu juga ada dalam diri kita?
Banyak sekali faedah dari bermuhasabah. Diantaranya:
Pertama, hisab di akherat diringankan
Sudah barang tentu jika kita sering mengevaluasi perbuatan kita di dunia
ini dan memperbaiki kesalahan dengan taubat dan beramal sholih maka
pahala dari amal sholih kita akan bertambah dan dosa kita akan
berkurang. Sehingga besok di hari perhitungan amal, amal baik kita akan
banyak. Seperti halnya yang dikatakan Sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu:
وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ
نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا
Artinya: “Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya
bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR.
Tirmidzi].
Kedua, hati lapang terhadap kebaikan dan mengutamakan akhirat daripada
dunia
Demikian pula, mengoreksi kondisi jiwa dan amal merupakan sebab
dilapangkannya hati untuk menerima kebaikan dan mengutamakan kehidupan
yang kekal (akhirat) daripada kehidupan yang fana (dunia).
Ketiga, memperbaiki hubungan diantara sesama manusia
Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki
keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda,
إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تُفْتَحُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ
الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا،
إِلَّا رَجُلٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ:
أَنْظِرُوهُمَا حَتَّى يَصْطَلِحَا ” مَرَّتَيْنِ
“Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di
kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki
permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, “Tangguhkan ampunan bagi
kedua orang ini hingga mereka berdamai” [Sanadnya shahih. HR. Ahmad].
Bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain
disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong
mereka untuk berdamai?
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia
Apa saja yang seharusnya kita introspeksi atau kita evaluasi?
Pertama, ibadah. Ibadah adalah yang harus kita evaluasi pertama kali.
Sebab, manusia dan jin diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya.
Apakah kita telah menunaikan ibadah kita dengan sebaik-baiknya. Apakah
kita sering melaksanakan perintah Allah atau meninggalkannya. Apakah
ibadah kita telah benar-benar khlas? Dan lain sebagainya. Dari situ
nanti kita akan termotivasi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
ibadah kita.
Kedua, sumber rezeki dan pembelanjaannya. Masalah ini sering dianggap
enteng. Yang penting dapat uang, yng penting menghasilkan uang tanpa ia
mempedulikan darimana ia mendapatkannya. Dari cara yang halal atau
haram. Padahal Rasulullah bersabda:
“Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia
ditanya tentang 5 perkara, umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya,
kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia peroleh dan kemana
dibelanjakannya, dan ilmunya sejauhmana pengamalannya.” (HR. Tirmizi)
Dari hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa masalah harta,
pertanyaannya ada dua: darimana harta didapatkan dan dibelanjakan untuk
apa? Jika cara mendapatkannya sudah benar, tetapi dibelanjakan ditempat
salah, maka itu sebuah kekeliruan. Sebaliknya, juga demikian.
Mendapatkan harta dari hasil korupsi misalnya, kemudian disedekahkan.
Itu juga tidak dibenarkan. Walaupun harta yang disedekahkan itu halal,
tetapi tidak ada pahalanya malah mendapat dosa dari perbuatan korupsi.
Oleh karena itu, kita harus benar-benar mengevaluasi darimana asalnya
dan kemana larinya harta yang kita peroleh tersebut.
Ketiga, kehidupan sosial kemasyarakatan. Setelah kita pertama
mengevaluasi hubungan kita dengan Allah dengan ibadah kepada-Nya,
selanjutnya kita mengevaluasi hubungan kita dengan sesama makhluk Allah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا
مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ
أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ
وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ
دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ
حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا
عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي
النَّارِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: "Tahukah kalian, siapakah
orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang
yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan
harta kekayaan.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat
datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki,
menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang
lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang
dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak
yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari
mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya
ia dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim)
Sungguh tak kita harapkan ketika kita dihisab dengan membawa banyak
sekali amal kebaikan, tetapi disisi lain kita juga banyak mencaci maki
manusia, menuduh, memfitnah, memakan harta orang lain dengan
semena-mena. Sehingga setiap orang yang pernah kita dzalimi akan
menuntut kepada kita. Akhirnya, pahala kebaikan kita habis untuk
menutupi keburukan. Na’udzubillah min dzalik.
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia
Kapan sebaiknya kita melakukan muhasabah? Setiap waktu, setiap saat.
Bukan hanya ketika tahun baru atau ketika berulang tahun. Karena kita
tak akan mengetahui kapan ajal menjemput.
Oleh karena itu, mumpung belum terlambat. Marilah kita bongkar kebiasaan
lama yang buruk menuju kebiasaan yang baik. Karena yang bisa merubah
baik dan buruk adalah kita sendiri. Jika kita berubah menuju arah yang
lebih baik tentunya syurga tempatnya. Jika, amal keburukan yang kita
pertahankan tentunya siksa Allah sangat pedih.
Allah ta’ala berfirman,
إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم
“Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubahnya
sendiri” (Al-Ra`d 11).
Copy and WIN :
http://bit.ly/copy_win
Hadirin wal hadirot
jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah
Telah bertahun-tahun kita mengarungi hidup di dunia ini. Berbagai warna
kehidupan pun telah kita lalui. Ada kalanya senang, adakalanya susah.
Ada kalanya berbuat baik dan juga berbuat salah. Jika kita berbuat baik
tentu pahala yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan yang akan kita
dapat. Akan tetapi, jika perbuatan buruk yang kita lakukan maka dosa
yang dicatat oleh Allah dalam buku amal kita. Entah, seberapa banyak
amal baik yang kita lakukan dan perbuatan maksiat yang kita kerjakan.
Alangkah beruntungnya jika amal baik kita lebih banyak daripada amal
buruk. Tapi, sebaliknya alangkah celaka bagi orang yang perilaku
maksiatnya lebih banyak. Jika amal baik kita banyak, maka perlu
ditingkatkan dan jika amal kejelekan kita yang banyak, maka taubat dan
minta ampun kepada Allah adalah solusi. Dan untuk mengetahui amal baik
dan buruk yang kita lakukan adalah dengan mengingat-ingat atau
introspeksi diri atau bahasa agamanya muhasabah.
Oleh karena itu Umar bin al-Khaththab mengatakan:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ
الأَكْبَرِ
Artinya: “Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah
(dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)”
[HR. Tirmidzi].
Jadi sebelum terlambat. Sebelum Allah menghisab amal kita besok di
akherat, kita sebaiknya menghisab diri sendiri dan memperbaikinya jika
perbuatan kita adalah perbuatan dosa.
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah
Muhasabah (introspeksi) ada dua macam, sebelum beramal dan setelah
beramal. Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya manusia menahan diri
dari keinginan dan tekadnya untuk beramal, tidak terburu-buru berbuat
hingga jelas baginya bahwa jika ia mengamalkannya akan lebih baik
daripada meninggalkannya. Sedang muhasabah setelah beramal adalah kita
mengoreksi perbuatan kita setelah melakukannya.
Seringkali manusia mengoreksi kesalahan-kesalahan orang lain dari pada
mengoreksi diri sendiri. Seperti kata pepatah, “Gajah dipelupuk mata
tidak kelihatan. Tapi, semut diseberang lautan jelas kelihatan”. Apakah
penyakit seperti itu juga ada dalam diri kita?
Banyak sekali faedah dari bermuhasabah. Diantaranya:
Pertama, hisab di akherat diringankan
Sudah barang tentu jika kita sering mengevaluasi perbuatan kita di dunia
ini dan memperbaiki kesalahan dengan taubat dan beramal sholih maka
pahala dari amal sholih kita akan bertambah dan dosa kita akan
berkurang. Sehingga besok di hari perhitungan amal, amal baik kita akan
banyak. Seperti halnya yang dikatakan Sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu:
وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ
نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا
Artinya: “Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya
bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR.
Tirmidzi].
Kedua, hati lapang terhadap kebaikan dan mengutamakan akhirat daripada
dunia
Demikian pula, mengoreksi kondisi jiwa dan amal merupakan sebab
dilapangkannya hati untuk menerima kebaikan dan mengutamakan kehidupan
yang kekal (akhirat) daripada kehidupan yang fana (dunia).
Ketiga, memperbaiki hubungan diantara sesama manusia
Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki
keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda,
إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تُفْتَحُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ
الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا،
إِلَّا رَجُلٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ:
أَنْظِرُوهُمَا حَتَّى يَصْطَلِحَا ” مَرَّتَيْنِ
“Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di
kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki
permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, “Tangguhkan ampunan bagi
kedua orang ini hingga mereka berdamai” [Sanadnya shahih. HR. Ahmad].
Bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain
disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong
mereka untuk berdamai?
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia
Apa saja yang seharusnya kita introspeksi atau kita evaluasi?
Pertama, ibadah. Ibadah adalah yang harus kita evaluasi pertama kali.
Sebab, manusia dan jin diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya.
Apakah kita telah menunaikan ibadah kita dengan sebaik-baiknya. Apakah
kita sering melaksanakan perintah Allah atau meninggalkannya. Apakah
ibadah kita telah benar-benar khlas? Dan lain sebagainya. Dari situ
nanti kita akan termotivasi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
ibadah kita.
Kedua, sumber rezeki dan pembelanjaannya. Masalah ini sering dianggap
enteng. Yang penting dapat uang, yng penting menghasilkan uang tanpa ia
mempedulikan darimana ia mendapatkannya. Dari cara yang halal atau
haram. Padahal Rasulullah bersabda:
“Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia
ditanya tentang 5 perkara, umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya,
kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia peroleh dan kemana
dibelanjakannya, dan ilmunya sejauhmana pengamalannya.” (HR. Tirmizi)
Dari hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa masalah harta,
pertanyaannya ada dua: darimana harta didapatkan dan dibelanjakan untuk
apa? Jika cara mendapatkannya sudah benar, tetapi dibelanjakan ditempat
salah, maka itu sebuah kekeliruan. Sebaliknya, juga demikian.
Mendapatkan harta dari hasil korupsi misalnya, kemudian disedekahkan.
Itu juga tidak dibenarkan. Walaupun harta yang disedekahkan itu halal,
tetapi tidak ada pahalanya malah mendapat dosa dari perbuatan korupsi.
Oleh karena itu, kita harus benar-benar mengevaluasi darimana asalnya
dan kemana larinya harta yang kita peroleh tersebut.
Ketiga, kehidupan sosial kemasyarakatan. Setelah kita pertama
mengevaluasi hubungan kita dengan Allah dengan ibadah kepada-Nya,
selanjutnya kita mengevaluasi hubungan kita dengan sesama makhluk Allah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا
مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ
أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ
وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ
دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ
حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا
عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي
النَّارِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: "Tahukah kalian, siapakah
orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang
yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan
harta kekayaan.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat
datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki,
menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang
lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang
dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak
yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari
mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya
ia dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim)
Sungguh tak kita harapkan ketika kita dihisab dengan membawa banyak
sekali amal kebaikan, tetapi disisi lain kita juga banyak mencaci maki
manusia, menuduh, memfitnah, memakan harta orang lain dengan
semena-mena. Sehingga setiap orang yang pernah kita dzalimi akan
menuntut kepada kita. Akhirnya, pahala kebaikan kita habis untuk
menutupi keburukan. Na’udzubillah min dzalik.
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia
Kapan sebaiknya kita melakukan muhasabah? Setiap waktu, setiap saat.
Bukan hanya ketika tahun baru atau ketika berulang tahun. Karena kita
tak akan mengetahui kapan ajal menjemput.
Oleh karena itu, mumpung belum terlambat. Marilah kita bongkar kebiasaan
lama yang buruk menuju kebiasaan yang baik. Karena yang bisa merubah
baik dan buruk adalah kita sendiri. Jika kita berubah menuju arah yang
lebih baik tentunya syurga tempatnya. Jika, amal keburukan yang kita
pertahankan tentunya siksa Allah sangat pedih.
Allah ta’ala berfirman,
إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم
“Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubahnya
sendiri” (Al-Ra`d 11).
Copy and WIN :
http://bit.ly/copy_win
Hadirin wal hadirot
jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah
Telah bertahun-tahun kita mengarungi hidup di dunia ini. Berbagai warna
kehidupan pun telah kita lalui. Ada kalanya senang, adakalanya susah.
Ada kalanya berbuat baik dan juga berbuat salah. Jika kita berbuat baik
tentu pahala yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan yang akan kita
dapat. Akan tetapi, jika perbuatan buruk yang kita lakukan maka dosa
yang dicatat oleh Allah dalam buku amal kita. Entah, seberapa banyak
amal baik yang kita lakukan dan perbuatan maksiat yang kita kerjakan.
Alangkah beruntungnya jika amal baik kita lebih banyak daripada amal
buruk. Tapi, sebaliknya alangkah celaka bagi orang yang perilaku
maksiatnya lebih banyak. Jika amal baik kita banyak, maka perlu
ditingkatkan dan jika amal kejelekan kita yang banyak, maka taubat dan
minta ampun kepada Allah adalah solusi. Dan untuk mengetahui amal baik
dan buruk yang kita lakukan adalah dengan mengingat-ingat atau
introspeksi diri atau bahasa agamanya muhasabah.
Oleh karena itu Umar bin al-Khaththab mengatakan:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ
الأَكْبَرِ
Artinya: “Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah
(dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)”
[HR. Tirmidzi].
Jadi sebelum terlambat. Sebelum Allah menghisab amal kita besok di
akherat, kita sebaiknya menghisab diri sendiri dan memperbaikinya jika
perbuatan kita adalah perbuatan dosa.
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang dimulyakan Allah
Muhasabah (introspeksi) ada dua macam, sebelum beramal dan setelah
beramal. Muhasabah sebelum beramal yaitu hendaknya manusia menahan diri
dari keinginan dan tekadnya untuk beramal, tidak terburu-buru berbuat
hingga jelas baginya bahwa jika ia mengamalkannya akan lebih baik
daripada meninggalkannya. Sedang muhasabah setelah beramal adalah kita
mengoreksi perbuatan kita setelah melakukannya.
Seringkali manusia mengoreksi kesalahan-kesalahan orang lain dari pada
mengoreksi diri sendiri. Seperti kata pepatah, “Gajah dipelupuk mata
tidak kelihatan. Tapi, semut diseberang lautan jelas kelihatan”. Apakah
penyakit seperti itu juga ada dalam diri kita?
Banyak sekali faedah dari bermuhasabah. Diantaranya:
Pertama, hisab di akherat diringankan
Sudah barang tentu jika kita sering mengevaluasi perbuatan kita di dunia
ini dan memperbaiki kesalahan dengan taubat dan beramal sholih maka
pahala dari amal sholih kita akan bertambah dan dosa kita akan
berkurang. Sehingga besok di hari perhitungan amal, amal baik kita akan
banyak. Seperti halnya yang dikatakan Sayyidina Umar radhiallahu ‘anhu:
وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ
نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا
Artinya: “Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya
bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR.
Tirmidzi].
Kedua, hati lapang terhadap kebaikan dan mengutamakan akhirat daripada
dunia
Demikian pula, mengoreksi kondisi jiwa dan amal merupakan sebab
dilapangkannya hati untuk menerima kebaikan dan mengutamakan kehidupan
yang kekal (akhirat) daripada kehidupan yang fana (dunia).
Ketiga, memperbaiki hubungan diantara sesama manusia
Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki
keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam bersabda,
إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تُفْتَحُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ
الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا،
إِلَّا رَجُلٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ:
أَنْظِرُوهُمَا حَتَّى يَصْطَلِحَا ” مَرَّتَيْنِ
“Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di
kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki
permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, “Tangguhkan ampunan bagi
kedua orang ini hingga mereka berdamai” [Sanadnya shahih. HR. Ahmad].
Bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain
disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong
mereka untuk berdamai?
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia
Apa saja yang seharusnya kita introspeksi atau kita evaluasi?
Pertama, ibadah. Ibadah adalah yang harus kita evaluasi pertama kali.
Sebab, manusia dan jin diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya.
Apakah kita telah menunaikan ibadah kita dengan sebaik-baiknya. Apakah
kita sering melaksanakan perintah Allah atau meninggalkannya. Apakah
ibadah kita telah benar-benar khlas? Dan lain sebagainya. Dari situ
nanti kita akan termotivasi untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
ibadah kita.
Kedua, sumber rezeki dan pembelanjaannya. Masalah ini sering dianggap
enteng. Yang penting dapat uang, yng penting menghasilkan uang tanpa ia
mempedulikan darimana ia mendapatkannya. Dari cara yang halal atau
haram. Padahal Rasulullah bersabda:
“Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia
ditanya tentang 5 perkara, umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya,
kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia peroleh dan kemana
dibelanjakannya, dan ilmunya sejauhmana pengamalannya.” (HR. Tirmizi)
Dari hadits di atas kita bisa mengetahui bahwa masalah harta,
pertanyaannya ada dua: darimana harta didapatkan dan dibelanjakan untuk
apa? Jika cara mendapatkannya sudah benar, tetapi dibelanjakan ditempat
salah, maka itu sebuah kekeliruan. Sebaliknya, juga demikian.
Mendapatkan harta dari hasil korupsi misalnya, kemudian disedekahkan.
Itu juga tidak dibenarkan. Walaupun harta yang disedekahkan itu halal,
tetapi tidak ada pahalanya malah mendapat dosa dari perbuatan korupsi.
Oleh karena itu, kita harus benar-benar mengevaluasi darimana asalnya
dan kemana larinya harta yang kita peroleh tersebut.
Ketiga, kehidupan sosial kemasyarakatan. Setelah kita pertama
mengevaluasi hubungan kita dengan Allah dengan ibadah kepada-Nya,
selanjutnya kita mengevaluasi hubungan kita dengan sesama makhluk Allah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا
مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ
أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ
وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ
دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ
حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا
عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي
النَّارِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah bertanya kepada para sahabat: "Tahukah kalian, siapakah
orang yang bangkrut itu?" Para sahabat menjawab; 'Menurut kami, orang
yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan
harta kekayaan.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
'Sesungguhnya umatku yang bangkrut adalah orang yang pada hari kiamat
datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki,
menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti orang
lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang
dari mereka hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak
yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari
mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya
ia dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim)
Sungguh tak kita harapkan ketika kita dihisab dengan membawa banyak
sekali amal kebaikan, tetapi disisi lain kita juga banyak mencaci maki
manusia, menuduh, memfitnah, memakan harta orang lain dengan
semena-mena. Sehingga setiap orang yang pernah kita dzalimi akan
menuntut kepada kita. Akhirnya, pahala kebaikan kita habis untuk
menutupi keburukan. Na’udzubillah min dzalik.
Hadirin wal hadirot jamaah sholat tarawih yang berbahagia
Kapan sebaiknya kita melakukan muhasabah? Setiap waktu, setiap saat.
Bukan hanya ketika tahun baru atau ketika berulang tahun. Karena kita
tak akan mengetahui kapan ajal menjemput.
Oleh karena itu, mumpung belum terlambat. Marilah kita bongkar kebiasaan
lama yang buruk menuju kebiasaan yang baik. Karena yang bisa merubah
baik dan buruk adalah kita sendiri. Jika kita berubah menuju arah yang
lebih baik tentunya syurga tempatnya. Jika, amal keburukan yang kita
pertahankan tentunya siksa Allah sangat pedih.
Allah ta’ala berfirman,
إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم
“Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubahnya
sendiri” (Al-Ra`d 11).
Copy and WIN :
http://bit.ly/copy_win