Senin, 03 Februari 2020

KKB ATTALASA DI TANAH BERUTALLASA





#BERUTALLASA KUAT
#BERUTALLASA HEBAT
Kita masih dalam suasana hari jadinya yang ke-6 bagi Kerukunan Keluarga Berutallasa (KKB) Gowa, yang seharusnya diperingati pada tanggal 26 Januari 2020, yang juga memang mengingatkan bahwa tanggal 26 Januari 2014 itu, hari lahirnya organisasi ini.

Tulisan ini hanyalah renungan atau anggaplah ini hanya sebagai catatan tercecer yang sudah terlupakan selama 6 Tahun MEMBANGUN KENANGAN diorganisasi ini.

Siapapun kita,  harus ingat kalimat ini! “Dunia itu seperti buku catatan berhalaman 1000, mereka-mereka yang kukuh berdiam di rumahnya, hanya akan terpaku pada satu halaman, tanpa pernah tahu isi dari 999 halaman lainnya.”


Perhatikanlah tanda kutipan di atas adalah pernyataan bukanlah sebuah prinsip, tekad atau kepercayaan, bahwa kelak jika kita beranjak dewasa, kita harus menyiapkan diri untuk bergegas meninggalkan rumah atau kampung halaman hanya semata-mata ingin mengetahui isi dari 999 halaman lainnya yang belum diketahui.

Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa orang-orang rumahan atau orang-orang kampungan lebih berpengetahuan, lebih memiliki 1001 keahlian dan lebih berpengalaman dari orang-orang yang pernah atau sedang mengecap warna-warni dunia luar ala anak perantauan.

Terlepas dari itu semua, tanpa kita mau membanding-bandingkan mana yang terbaik yang harus kita lakukan untuk hidup kita, dan tanpa mengurangi semangat jiwa kelana teman-teman di perantauan.

Ya, sebagai perantau yang baik, kita harus menghormati adat istiadat, budaya, atau kebiasaan berkehidupan masyarakat setempat. Tanpa mempedulikan suku, agama, dan ras, semua perantau yang datang akan diberi kesempatan untuk turut serta atau ikut ambil bagian dalam perayaan adat, atau berpakaian adat di hari-hari tertentu yang dianggap sakral menurut budayanya.

Hidup di tanah rantau tentunya sangat berbeda dengan apa yang kita alami di kampung halaman. Kita benar-benar disuguhkan oleh pemandangan yang tidak biasa. Hingar bingar kota metropolitan yang penuh glamour dan kemewahan, menawarkan beragam cerita fantasi yang kadang semu dan bisa membuat kita terrerbius lalu perlahan menjerumuskan kita ke arah pergaulan bebas.

Tak sedikit pula, beberapa sahabat ditanah perantau yang terjerumus masuk ke dalam pergaulan bebas, entah itu pemakaian obat-obatan terlarang,  seks bebas, atau masuk dalam lingkaran prostitusi.

Hal yang harus pahami bahwa orang yang pergi merantau  tentu memiliki alasan tersendiri untuk meninggalkan kampung halaman dan merantau ke negeri orang.

Ada yang meninggalkan kampung halaman lalu merantau karena putus sekolah. Ada yang merantau karena ingin melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, ada yang karena faktor ekonomi, ada yang kesulitan biaya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya dengan alasan biaya yang terlalu mahal dikampung karena penghasilan orangtua yang tidak cukup.

Dan ada pula yang terpaksa melarikan diri meninggalkan kampung halaman dengan alasan kurang cocoknya hubungan kekeluargaan antar sanak saudara, hingga ada yang merantau atas ijin dan restu dari orangtua atau keluarga.

Hidup di tanah rantau itu seperti apa? Seperti banyak orang ketahui, hidup dirantau susah-susah gampang dan relatif berbeda dengan hidup di kampung halaman. Di kampung halaman misalanya, jika kita mendapat masalah, kita masih memiliki tempat bersandar untuk meluapkan keluh kesah pada orangtua atau keluarga. Tapi di tanah rantau, kita benar-benar dipaksa untuk hidup mandiri, mengatur segala sesuatu sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Kita dipaksa untuk pintar mengatur waktu dan uang gaji di setiap bulannya atau mengatur uang hasil jualan dari usaha yang dirintis. Jika tidak, maka akan terjadi hal seperti kelaparan, stres, dan tentunya kebodohan dan kemiskinan makin terawat. Miris!

Bagi sahabat-sahabat yang belum sempat merantau atau masih bertahan hidup di kampung halaman dengan orangtua, keluarga atau orang-orang terdekat, ingatlah: merantau ke negeri orang, sejatinya bukan tujuan utama untuk hidup ke arah yang lebih baik.

Merantau, tidak menjamin bahwa pasti kita akan sukses kelak jika kembali ke kampung halaman. Kita harus butuh persiapan matang yang tidak tergesa-gesa, persiapan hati dan mental, karena kita akan bertahan hidup tanpa ketergantungan pada orang lain di negeri orang.

Tetapi lewat tulisan ini,  ingin mengajak semua sahabat-sahabat di perantaun yang berasal ditanah Gowa dan Jeneponto terkhusus dari Desa Berutallasa, marilah kita pandai-pandai membawa diri dalam pergaulan. Tidak semua orang harus kita jadikan kawan atau lawan, pandailah memilah dan memilih yang patut dan tidak patut untuk dijadikan contoh tauladan, dan saling menjaga satu sama lain, demi masa depan kita bersama.

Merantau adalah proses pembenahan diri. Tiap langkah kaki kita dimanapun berpijak, ada harapan besar untuk meraih kesuksesan yang ditanam oleh orang-orang yang mencintai dan merindukan kita , terutama orangtua, sanak saudara dan keluarga besar kita yang ada di kampung halaman. Maka pantang bagi kita untuk mundur, karena mundur adalah tanda dari sebuah kegagalan. Tetaplah semangat!

Catat baik-baik manusia perantau!
Jika kesepian dan kerinduan datang mengetuk hati maka lawanlah dengan ketegaran yang hebat, bangunlah mental sekuat baja dan sekeras batu karang, tanpa harus mengurangi jiwa toleransi, kekeluargaan, saling menghargai dan menghormati baik  antar sesama perantau atau sesama masyarakat dan penduduk asli di tempat perantauan.

Kita tidak akan pernah tahu, seberapa berat tantangan yang akan kita hadapi. Tetaplah berusaha dan berdoa kepada Allah SWT untuk yang terbaik bagi masa depan kita, karena Allah selalu punya cara sendiri untuk mengatur langkah kaki kita ke arah yang baik pula. "Teako Kaluppai Karaenga Atala na teako kalupai a'gau baji mange ri parannu tau", arti dari Bahasa Makassar ke Bahasa Indonesia, " jangan lupa Allah Taala dan lupa berbuar baik sesama manusia!



Teruslah berjuang, sahabat-sahabat perantau! Titip rindu untuk kampung halaman! Hadirkan, biseang Katallasang (Perahu Kehidupan diambil dari Bahasa Makassar).

Biseang Katallassang harus di maknai bagaimana seseorang mampu mengarungi kehidupan dengan kejujuran. Karena di dalam Biseang Katallassang itu terdapat Sompe malempu’ atau berlayar yang lurus. Yang berarti kejujuran,” .

Sompe itu dipakai untuk menuju ke arah mata angin. Mengantar untuk memenuhi sebuah amanah. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan kejujuran kepada seseorang. Dan, terkadang untuk mendapatkan hal tersebut ada badai, ada ombak dan ada tantangan kehidupan. Biseang katalassang ini diinginkan oleh semua orang.

Namun, Filosofi Biseang Katalassang sudah ada pada karakter Sudah di contohi oleh Syekh Yusuf Al-Makkasari,  Sultan Hasanuddin, dan pemimpin Manusia Bugis-Makassar yang masih berpegang teguh pada "Siri Napacce". Hal tersebut jarang ditemukan sekarang ini pada karakter para pemimpin

Kalau begitu, ada pesan untuk kita semua, terutama yang ada di Desa Berutallasa, terutama  baik yang ada dikampung halaman maupun  yang masih ditanah perantauan, agar memperhatikan desa Berutallasa kita tercinta. Karena memajukan Desa adalah dasar sebagai benteng pembangunan negara.

Selanjutnya, perhatikan juga tanda-tanda ada desa dikorupsi,  yaitu:
1. Tidak ada Papan Proyek
2. Laporan Realisasi sama persis dengan Rancangan Anggaran Belanja (RAB) .
3. Lembaga Desa, pengurusnya Keluarga Kades semua bahkan rangkap jabatan.
4. BPD Mati Kiri alias Pasif alias Makan Gaji Buta
5. KADES Pegang Semua UANG, Bendahara hanya berfungsi di Bank saja.
6. Perangkat Desa yang Jujur dan Vokal biasanya "dipinggirkan"
7. Banyak Kegiatan Terlambat Pelaksanaannya dari Jadwal, Padahal Anggarannya Sudah Ada.
8. Musyawarah desa pesertanya sedikit. Muka yang hadir itu-itu aja dari tahun ke tahun. Yang kritis biasanya tidak diundang malah dianggap musuh
9. BUMDES Tidak Berkembang dan dikelola sendiri oleh kades
10. Belanja Barang atau Jasa di MONOPOLI KADES.
11. Tidak ada sosialisasi terkait kegiatan kepada masyarakat.
12. PEMDES Marah ketika ada yang menanyakan Anggaran kegiatan dan Anggaran Desa.
13. Bantuan masyarakat dibagikan  dimalam hari
14. KADES dan PERANGKAT dalam waktu singkat, mampu membeli Mobil dan membangun rumah dengan harga atau biaya ratusan juta. Padahal sumber penghasilan TIDAK SEPADAN dengan apa yang terlihat sebagai pendapatannya.

Jadi, KKB HARUS HIDUP DI TANAH BERUTALLASA AGAR BISA menghadirkan warisan nilai-nilai kearifan lokal seperti, Sipakkatau, Sipassiriki, Sipaccei, Sipangngaliki, dan Assipangadakang yang menjadi pedoman hidup bagi orang yang berasal dari Tanah  Makassar, terutama dari Desa Berutallasa.

*) Penulis adalah perantau asal Berutallasa. Saat ini tinggal di Palopo  berjuang untuk Attalasa

Minggu, 02 Februari 2020

Ber-ayahkan Pengalaman


Lahir di Sanrangan, besar di perantauan, ber-ayahkan pengalaman, ber-ibu keberanian, semoga Allah merahmati setiap perjalanan kehidupan

Keberanian modal diperantauan


Silaturrahmi melahirkan persaudaraan
Persaudaraan melahirkan kebersamaan
Kebersamaan melahirkan persatuan
Persatuan melahirkan Kekuatan
Kekuatan melahirkan keberanian
Keberanian modal diperantauan.