Saat pertama kali berjumpa denganmu, aku bagaikan berjumpa dengan Saktah, yang hanya bisa terpana dengan menahan nafas sebentar …
Aku di matamu mungkin bagaikan Nun mati di antara Idgham Billaghunnah, terlihat, tapi dianggap tak ada …
Aku ungkapkan maksud dan tujuan perasaanku seperti Idzhar, jelas dan terang …
Jika Mim mati bertemu Ba disebut Ikhfa Syafawi, maka jika aku bertemu dirimu, itu disebut cinta …
Namun, cinta kita bukanlah seperti ikhfa yang tak terlihat nyata apabila nun mati bertemu dengan ke 15 hurufnya …
Sejenak pandangan kita bertemu, lalu tiba-tiba semua itu seperti Idgham Mutamaatsilain, melebur jadi satu …
Sayang dan cintaku padamu bagai Mad Wajib Muttashil, harus senantiasa panjang …
Cintaku padamu seperti Mad Lazim, paling panjang di antara yg lainnya …
Setelah kau terima cintaku nanti, hatiku rasanya seperti Qalqalah Kubro, terpantul-pantul dengan keras …
Dan akhirnya setelah lama kita bersama, cinta kita seperti Iqlab, ditandai dengan dua hati yg menyatu …
Akan tetapi, janganlah kau ubah cinta ini seperti Nun mati dalam Iqlab yang di ubah dengan Mim.
Sayangku padamu seperti mad thobi’I dalam Al-Quran.. Buanyaaakkk beneerrrrr …
Semoga dalam hubungan kita ini seperti Idgham Bilaghunnah yg cuma berdua, Lam dan Ro’ …
Meski perhatianku gak terlihat seperti Alif Lam Syamsiah, namun cintaku padamu seperti Alif Lam Qomariah, terbaca jelas …
Kau dan Aku sepeti Idgham Mutaqooribain, perjumpaan 2 huruf yang sama makhrajnya tapi berlainan sifatnya …
Aku harap cinta kita seperti Waqaf Lazim, terhenti sempurna diakhir hayat ….
Sayang, hubungan kita ini layaknya Waqaf Kafi yang berhenti akan lebih baik daripada dilanjutkan …
Seperti Hamzah Qat’ie yang perlu disebut, begitu pula namamu yang harus kusebut sebelum aku tertidur dan bermimpi indah …
Di dalam hatiku cuma ada kamu, layaknya Idgham Mithlain Sighair, uma satu, yaitu mim …
Tersebab mendo’akanmu kini do’aku seperti Mad Far’i, lebih panjang bacaannya dari yang biasa …
Layaknya huruf Tafkhim, mamamu pun bercetak tebal di fikiranku …
Seperti hukum Imalah yang dikhususkan untuk Ro’ saja, begitu juga aku yg hanya untukmu …
Sama halnya dengan Mad ‘Aridh dimana tiap Mad bertemu Lin Sukun Aridh akan berhenti, seperti itulah pandanganku ketika melihatmu …
Kita awali cerita cinta kita seperti Mad Mukhaffaf ataupun Mutsaqqal Harfi, yaitu permulaan surat yang hurufnya dibaca jelas dan dipanjangkan …
Dan kita juga harus mengakhirinya saat maut menjemput dengan kenangan sepanjang masa seperti Mad ‘Iwadh, walaupun hurufnya di akhir kalimat, dia harus tetap dibaca panjang …
Semoga aku jadi yang terakhir untuk kamu seperti Mad Aridh Lissukun …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar