Rabu, 12 Oktober 2016

Penguasa Kalah dengan Pengusaha


Hasil gambar untuk Supardi saminjaPenguasa kalah dengan pengusaha, negara kalah dengan swasta, Presiden Negara kalah dengan Presiden Komisaris Perusahaan.
Demikian secara sederhana untuk menggambarkan atas kasus kekalahan penguasa (negara), yakni Induk Koperasi TNI AU dan Angkasa Pura II (pihak negara) atas pengusaha (swasta), PT.Angkasa Transportindo Selaras /ATS untuk penggunaan (kepemilikan) Bandara Halim Perdanakusuma.
Republika.co.id mengabarkan bahwa PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS) siap membangun Bandara Halim Perdanakusuma. ATS yang merupakan anak Lion Group memenangi kasasi di Mahkamah Agung (MA) melawan Induk Koperasi TNI AU dan Angkasa Pura II. Dalam putusan tersebut pengadilan memerintahkan agar TNI AU dan Angkasa Pura II #keluar dari Bandara Halim Perdanakusuma.
Sedih, tentara penjaga keamanan negara yang punya senjata, kalah dengan pengusaha yang punya duit.
Kontan kabar ini menuai protes. Pengamat Penerbangan Chappy Hakim menegaskan, MA atau pengadilan apapun tak boleh memutuskan penggunaan Bandara Halim Perdanakusuma. “Bandara Halim itu bagian dari sistem pertahanan negara, jadi pemerintah yang berhak memutuskan penggunaannya,” katanya, Kamis, (29/10).
Ada juga yang menyoroti: “Mengapa koperasi TNI AU yang merupakan bagian dari representasi matra pertahanan Udara Indonesia, bisa dikalahkan oleh sebuah perusahaan swasta?”. Kekalahan ini dianggap tidak layak, tak patut, tidak wajar, dan terasa aneh. “Negara ko bisa kalah dengan swasta?” “Penguasa ko bisa kalah oleh pengusaha?”
Namun bagi siapa saja yang mencermati format negara saat ini, khususnya saat terjadi hubungan “kemesraan” antara pengusaha dengan penguasa, persoalan kalahnya penguasa atas pengusaha bukan hal yang aneh. Bahkan dalam beragam peristiwa telah terjadi di negeri ini, adanya kooptasi perusahaan terhadap negara, membuat penguasa tidak berdaya, bertekuk lutut di hadapan pengusaha.
Kasus antara mafia pengusaha pembakar hutan di musim kemarau yang lalu, menunjukkan bukti bahwa penguasa kalah dengan pengusaha. Betapa tidak berdayanya penguasa politik Indonesia (pemerintah) dan aparat penegak hukum saat itu dalam menghadapi mafia pembakar hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan.
“Padahal urusannya amat sederhana dan mudah dicegah kalau saja pemerintah berani melawan mafia hutan ini. Bukankah kalau pemerintah serius mau mencegah pembakaran hutan tinggal membuat aturan (bila perlu Perppu) bahwa semua lahan yang terbakar atau dibakar otomatis diambil-alih oleh negara, pasti tidak ada lagi pembakaran hutan oleh pengusaha,” tegas Fuad Bawazier (21/9/2015).
Kekalahan negara atas swasta, kelemahan penguasa atas pengusaha, adalah keniscayaan dalam Sistem Ekonomi Negara Kapitalis, negara pengusaha. Negara Kesatuan Republik Indonesia ini, NKRI, pelan namun pasti, telah benar-benar menjadi “Corporate State”, negara pengusaha.
Dalam negara pengusaha, adalah para pengusaha yang menjadi penguasa sesungguhnya. Kadang pengusaha itu berada di balik layar penguasa, berawal dari dukungan finansial saat ingin berkuasa. Namun terkadang, pengusaha langsung duduk sebagai penguasa. Pengusaha jadi penguasa, atau bisa jadi penguasa jadi pengusaha.
Negara pengusaha menjadikan hubungan antara penguasa dengan rakyat bukan lagi hubungan tanggung jawab dan pelayanan, namun lebih kepada hubungan jual beli, profitable. Beragam kebijakan dan regulasi untuk rakyat harus berbuntut pada untung. Tidak peduli rakyat selalu buntung.
Tidak ada lagi yang namanya subsidi, yang ada adalah transaksi penjual dan pembeli. Alasannya negara terlalu berat menanggung beban subsisi. Subsidi salah sasaran, APBN akan jebol jika subsidi tidak dicabut. Sementra penguasa tidak sadar bahwa 80 % APBN negara ini dari pajak. Dan pajak itu yang bayar rakyat. Artinya APBN itu sebagian besar dari rakyat. Kesimpulannya 80 % penguasa ini hakikatnya hidup, dibiayai, dan ditanggung oleh rakyat.
Filosofi hubungan penguasa dengan rakyat ini sudah jauh melenceng seperti hubungan penguasa dengan rakyat dalam kehidupan Islam. Rasul saw bersabda:
أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang memimpin manusia akan bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR. Muslim).
Islam menggambarkan hubungan penguasa dan rakyat dengan filosofi yang sangat mendalam. Bahwa seorang penguasa, pemimpin rakyat, bagaikan seorang penggembala yang menjaga domba gembalaannya. Bagaimana mungkin seorang penggembala akan rela jika domba gembalaannya diterkam oleh srigala?
Tapi berbeda halnya penguasa dalam sistem negara pengusaha (corporate state). Justru setiap sektor publik, yang nyata-nyata diperlukan oleh orang banyak, justru menjadi incaran untuk dijual belikan. Sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, adalah sasaran empuk bagi pengusaha untuk dibisniskan dan diambil untung atas rakyat. Celakanya, karena ini merupakan sektor publik, yang mau tidak mau diperlukan oleh rakyat banyak, saat penguasa memiliki sektor ini sebagai penjual, selanjutnya rakyat diberi hak membeli dengan harga yang ditentukan oleh penjual. Produsen sampai pada titik penentu harga konsumen. Pasti zhalim.
Karenanya, Islam melarang sektor publik ini dikuasai oleh individu, termasuk swasta atau pengusaha. Sektor seperti ini hendaknya dikelola oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hubungan antara rakyat dengan penguasa ada hubungan pelayanan. Bukan jual beli.
Gambaran keniscayaan Sistem Kapitalis yang mengharuskan kooptasi pengusaha terhadap penguasa bukan hanya terjadi di negeri ini. Di negara “mbah” nya Kapitalis juga demikian. Amerika Serikat.
Kandidat Presiden Amerika dari kubu Demokrat Bernie Sanders beberapa waktu yang lalu, mengemukan tentang sejauh mana pengaruh perusahaan Amerika dalam pemilu AS.
Bernie Sanders mengatakan dalam salah satu kampanye nya: “Biarkan saya memberitahu Anda sesuatu yang tidak akan diberitahukan kandidat presiden yang lain. Bahwa orang yang akan memenangkan kursi Presiden, tidak akan mampu mengatasi masalah besar bangsa kita, tidak akan dapat melawan kekuatan perusahaan Amerika. Dan Wall street adalah kekuatan donor kampanye pemilu, kekuatan yang sangat besar, yang membuat siapa pun Presidennya, tidak dapat berdiri di depan mereka. Ini adalah kebenaran, kita harus membangun gerakan dan basis politik populer di negeri ini. ” (Site Youtube).
Tidak ada hujjah bagi kita untuk membantah kata-kata Bernie Sanders, dan inilah kenyataan bahwa sistem Ekonomi Kapitalis meniscayakan Penguasa pasti akan kalah dengan Pengusaha. Penguasa ada di ketiak Pengusaha.
Penguasa yang benar-benar menjadi palayan, pelindung, dan pemelihara rakyat hanya ada dalam sistem negara Khilafah Islamiyah. Rasul saw bersabda:
الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْه
“Seorang imam itu ibarat perisai, seseorang berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya. Jika seorang imam (pemimpin) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ‘azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (imam) akan mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia (imam) memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.”(HR. Muslim)[]

Tidak ada komentar: