Minggu, 16 Desember 2012

Dimanakah Eksistensi Organisasi Kemahasiswaan HMI,PMII,IMM SAAT INI....????? KEGELISAHAN SANG PENDAMBA KEBEBASAN


Satu setengah tahun terakhir saya tidak merasakan hiruk-pikuknya arus wacana di dunia pergerakan. Hanya ada dua gerakan yang sampai hari ini konsisten dalam rangka mengkampanyekan ide-idenya, Gema Pembebasan dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Sedangkan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) baik MPO maupun DIPO serta Ikatan Mahasiswa Muhammadiyyah (IMM) absen dari percaturan wacana itu. Kemakah mereka? Saya sendiri bukan salah satu anggota dari lima organisasi pergerakan mahasiswa di atas. Tetapi saya cukup galau ketika menyaksikan beberapa organisasi (yang saya sebut di atas) mengalami kemandulan intelektual. Mungkin dalam internal mereka, dinamika masih terjadi. Namun, sebagai out sider, saya tidak pernah melihatnya. Sampai hari ini hanya satu organisasi Islam yang secara kontinyu masih mengkampanyekan ide-ide slamnya, yakni Gema Pembebasan dengan menawarkan konsep Khilafah Islamiyyah. KAMMI sendiri saya pandang masih kurang, atau pun belum terlalu tegas selain mengutip pandangan-padangan Hasan al-Banna sebagai repesentasi salah satu ideologi Islam. Apalagi PMII, HMI, IMM, sama sekali saya tidak melihat gaung kampanyenya melalui pamflet atau buletin di kampus-kampus. Meskipun saat ini saya tahu bahwa HMI sedang menjajakan Islam Tamaddun, tetapi bagaimana cara pandang Islam Tamaddun dalam menghadapi realitas sepertinya sama sekali belum tereskpos. Sedangkan PMII, meskipun saya yakin tidak akan berbeda jauh dengan Nahdlatul Ulama, Islam Indonesia, tetapi artikulasi ide Islam Indonesia seperti apa yang mereka maksud belum juga tersemai secara massal. Apalagi IMM, saya sama sekali tidak tahu menahu wacana apa yang hari ini mereka tawarkan selain Tauhid Sosial a la Amien Rais. Kadang saya gregetan kepada organisasi-organisasi pergerakan yang besar-besar itu. Gregetan, bahwa mereka ditunggu kiprahnya di kampus, minimalnya melalui urun rembug wacana sebagai elan vital dari pergerakan mahasiswa itu sendiri. Apakah sudah terlalu letih ketika berlama-lama ‘jualan’ namun tidak laku-laku? Atau kader-kader saat ini sama sekali tidak menggeluti pemikiran Islam secara baik. Semoga saja bukan alasan yang terakhir, kenapa hari ini mereka lesu. Saya seringkali mendambakan lahirnya ruang publik yang dinamis dan penuh dengan sebaran wacana. Satu wacana menawarkan dan yang lain akan membawa produk lain sebagai pelengkap atau justru counter. Semisal, saya heran, saya yakin ide dasar PMII, HMI, IMM sama sekali berbeda dengan Gema Pembebasan yang jelas-jelas mengusung Khilafah Islamiyyah, tetapi kenapa tetap saja diam, dan sama sekali tidak melakukan counter wacana. Counter wacana dalam konteks ini tentu saja bukan adu jotos wacana atau konflik wacana, melainkan lebih pada debat wacana dalam kerangka fastabiquul khoiroot (berloma-lomba menuju kebaikan). Mari kita imajinasikan, bila kampus kita andaikan sebagai forum batsul masail (forum yang membahas masalah untuk kemudian mencari solusinya bersama, biasanya ada di pesantren-pesantren NU), maka lima organisasi Islam di atas akan datang dengan membawa kitab atau buku sebagai referensi/hujjah-nya masing-masing. Satu dengan yang lain bisa sependapat atau bisa juga berbeda pendapat. Kemudian, satu dengan yang lain akan mempertimbangkan dengan standar-standar hukum yang lain, misalnya maslahatul mursalah dan sebagainya. Dan tentunya ada sebagian yang lain tidak menyetujui dengan standar hukum tersebut. Terjadilah proses ijtihad dengan mengupayakan segala daya pikiran, pemahaman juga kejernihan akal budi dalam rangkan mencari sebuah pemecahan masalah yang produktif bagi kemanusiaan, kehidupan juga keislaman. Ruang publik semacam itulah yang saya rindukan. Satu organisasi dengan yang lain menawarkan idenya, tanpa perlu terjebak kepada klaim kebenaran. Dampak dari adu wacana tersebut adalah transfer pengetahuan kepada publik. Lantas dengan kedewasaan, publik akan memilih ide mana yang sesuai dengan pikiran dan keyakinannya masing-masing. Sedangkan hari ini, semua itu tidak nampak di kampus yang sebenarnya sangat potensial untuk menyemai ide-ide pembaharuan keislaman. Kritik saya yang paling tegas, bahwa PMII, HMI, IMM kurang memainkan kampanye idenya dalam rangka dakwah [i]slam, sebagaimana Gema Pembebasan dan KAMMI yang masih sering terlihat dengan pernyataan-pernyataan sikapnya. Saya kira iklim semacam ini harus kita kikis, jika tidak, nasib dunia pergerakan mahasiswa tidak akan menjajikan. Selebihnya, publik saya kira akan memosi-tak percaya pada beberapa organisasi yang mandul. Saya kira organisasi pergerakan mahasiswa, Islam khusunya tidaknya hanya terlihat ketika menyikapi sebuah isu-isu yang sifatnya temporer tergantung dengan momentumnya. Tetapi juga harus secara konsisten dan kontinyu mendakwahkan ijtihad yang hari ini mereka anggap mencukupi untuk mengatasi persoalan yang ada. Saya tidak tahu apakah nasib PMII, HMI, IMM di kota lain sama dengan di Purwokerto? Semoga saja tidak. Yang jelas, saya cukup appreciate kepada KAMMI dan Gema Pembebasan yang masih tetap militan dalam rangka dakwah [i]slam. Meskipun kepada dua organisasi tersebut saya masih tetap memiliki sejumlah kritik mendasar. Tetapi, adanya mereka lebih baik daripada absennya ketiga organisasi di atas dari percaturan wacana keislaman, pergerakan pun kebangsaan

Tidak ada komentar: