Sejenak merenungi diri kita
sebagai MANUSIA PERANTAU, atau memikirkan diri kita sebagai MAHASISWA yang
SANGAT jauh merantau dari kampung halaman, tinggal di kota keramaian, hidup
bergaya seperti orang yang sangat kaya di perantauan, sekali pergi habis
ratusan ribu, sekali makan kena ratusan ribu.
Pernahkah saat kita menghabiskan
uang yang begitu banyak untuk SEKEDAR KESENANGAN, demi biar dikatain
"INILAH ANAK GAUL", apakah ada waktu kita UNTUK memikirkan KELUARGA
yang ada di kampung halaman ?
Pernahkah kita juga pikirkan
berapa penghasilan orang tua kita sehari dibandingkan banyaknya pengeluaran
kita sekali jalan? Pernahkah kita pikirkan apa yang orang tua makan saat kita
makan di restoran mewah?
Apakah kita malu jadi orang
miskin sehingga kita berpura-pura jadi orang kaya di perantauan ini? Bukankah
kita tidak ingin menyangkal bahwa orang tua kita yang hidup dikampung tak
seenak hidup kita di perantauan ?
INGAT TUJUAN KITA DIPERANTAUAN
INI! . Mengapa harus mudah terpengaruh ajakan yang membuat kita lupa siapa
sebenarnya diri kita, yang membuat kita jauh dari tujuan dan cita-cita semula,
yang membuat kita lupa kepada Allah, yang membuat kita mudah bergaul dengan
sabu-sabu, free seks, minuman keras dan sejenisnya.
Yang membuat kita membohongi
diri kita sendiri dan berpura-pura jadi orang lain, hanya karena demi mengikuti
zaman penuh kehura-huraan, dengan melupakan ajaran agama islam , lupa nasehat
orang tua, dan lupa kearifan lokal yang berlandaskan genius culture. Bukannya
kita iri atau tidak bisa seperti orang lain .
Tetapi harus kita sadari
secepatnya, bahwa kita masih tahu batas, tahu batas perintah dan larangan
agama, batas etika, dan batasan yang bermanfaat dan yang merugikan . Marilah
kita hidup sederhana yang tidak akan membuat kita mati, tetapi perbuatan itu
sebagai syukur atas perjuangan kita ditanah rantauan.
Ingat, BAHAGIA ITU BUKAN SYUKUR,
TETAPI SYUKURLAH YANG MEMBUAT KITA BAHAGIA. Dan ayo Kejar dan capailah dulu
tujuaan utama atau cita-cita besar kita di tanah perantauan ini . Kelak kita
sukses dan kaya, kita bisa ajak orang tua kita merasakan kesenangan itu. Karena
cita-cita kita itu bukan untuk kepentingan kita sendiri, tetapi harus bermanfaat
bagi diri, orang lain, bagi agama islam dan bangsa, atau dunia kalau bisa.
Kalau Begitu, jadilah kita
MANUSIA PERANTAU. Apakah alasan kita merantau karena mencari ilmu, harta,
tahta, wanita, atau alasan lainya? Tetapi yang pasti MANUSIA PERANTAU MAKASSAR
itu tidak akan BALIK KEKAMPUNG JIKA TUJUAN DAN CITA-CITA BESARNYA BELUM
TERWUJUD.
Karena prinsipnya MANUSIA
PERANTAU MAKASSAR, "bajikangngangi matea ri kampong'na tau nikanre
gallang-gallang na lammotereka rikamponga tena angerang assele", artinya
lebih baik mati dikampung orang dimakan cacing daripada pulang kekampung tanpa
membawa hasil.
Sejenak merenungi diri kita
sebagai MANUSIA PERANTAU, atau memikirkan diri kita sebagai MAHASISWA yang
SANGAT jauh merantau dari kampung halaman, tinggal di kota keramaian, hidup
bergaya seperti orang yang sangat kaya di perantauan, sekali pergi habis
ratusan ribu, sekali makan kena ratusan ribu.
Pernahkah saat kita menghabiskan
uang yang begitu banyak untuk SEKEDAR KESENANGAN, demi biar dikatain
"INILAH ANAK GAUL", apakah ada waktu kita UNTUK memikirkan KELUARGA
yang ada di kampung halaman ?
Pernahkah kita juga pikirkan
berapa penghasilan orang tua kita sehari dibandingkan banyaknya pengeluaran
kita sekali jalan? Pernahkah kita pikirkan apa yang orang tua makan saat kita
makan di restoran mewah?
Apakah kita malu jadi orang
miskin sehingga kita berpura-pura jadi orang kaya di perantauan ini? Bukankah
kita tidak ingin menyangkal bahwa orang tua kita yang hidup dikampung tak
seenak hidup kita di perantauan ?
INGAT TUJUAN KITA DIPERANTAUAN
INI! . Mengapa harus mudah terpengaruh ajakan yang membuat kita lupa siapa
sebenarnya diri kita, yang membuat kita jauh dari tujuan dan cita-cita semula,
yang membuat kita lupa kepada Allah, yang membuat kita mudah bergaul dengan
sabu-sabu, free seks, minuman keras dan sejenisnya.
Yang membuat kita membohongi
diri kita sendiri dan berpura-pura jadi orang lain, hanya karena demi mengikuti
zaman penuh kehura-huraan, dengan melupakan ajaran agama islam , lupa nasehat
orang tua, dan lupa kearifan lokal yang berlandaskan genius culture. Bukannya
kita iri atau tidak bisa seperti orang lain .
Tetapi harus kita sadari
secepatnya, bahwa kita masih tahu batas, tahu batas perintah dan larangan
agama, batas etika, dan batasan yang bermanfaat dan yang merugikan . Marilah
kita hidup sederhana yang tidak akan membuat kita mati, tetapi perbuatan itu
sebagai syukur atas perjuangan kita ditanah rantauan.
Ingat, BAHAGIA ITU BUKAN SYUKUR,
TETAPI SYUKURLAH YANG MEMBUAT KITA BAHAGIA. Dan ayo Kejar dan capailah dulu
tujuaan utama atau cita-cita besar kita di tanah perantauan ini . Kelak kita
sukses dan kaya, kita bisa ajak orang tua kita merasakan kesenangan itu. Karena
cita-cita kita itu bukan untuk kepentingan kita sendiri, tetapi harus
bermanfaat bagi diri, orang lain, bagi agama islam dan bangsa, atau dunia kalau
bisa.
Kalau Begitu, jadilah kita
MANUSIA PERANTAU. Apakah alasan kita merantau karena mencari ilmu, harta,
tahta, wanita, atau alasan lainya? Tetapi yang pasti MANUSIA PERANTAU MAKASSAR
itu tidak akan BALIK KEKAMPUNG JIKA TUJUAN DAN CITA-CITA BESARNYA BELUM
TERWUJUD.
Karena prinsipnya MANUSIA
PERANTAU MAKASSAR, "bajikangngangi matea ri kampong'na tau nikanre
gallang-gallang na lammotereka rikamponga tena angerang assele", artinya
lebih baik mati dikampung orang dimakan cacing daripada pulang kekampung tanpa
membawa hasil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar